Agustin Toloza (kiri) dan kuasa hukumnya Putu Bagus Budi Arsawan saat melapor ke Polsek Kuta Selatan terkait dugaan penganiayaan dan intimidasi yang dilakukan KMC kepadanya. (Foto: dok Agustin Toloza)
BADUNG,
PERSPECTIVESNEWS – Seorang wanita berinisial KMC (40) yang berprofesi
sebagai pengacara dan kabarnya baru dipecat sebagai anggota salah satu
organisasi advokat di Bali, dilaporkan ke Polsek Kuta Selatan oleh seorang
warga negara Spanyol, Agustin Toloza (36), yang mengaku menjadi korban
penganiayaan dan intimidasi oleh KMC.
Informasi dihimpun menyebutkan, kasus ini terjadi pada
Selasa (26/3/2025 ) malam sekitar pukul 21.30 Wita di sebuah vila pribadi milik
Agustin di kawasan Ungasan, Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Bali.
Berdasarkan laporan yang disampaikan oleh korban ke pihak
kepolisian, kejadian bermula saat Agustin menerima telepon dari seorang rekan
yang memberitahukan bahwa KMC sedang berada di vilanya.
Korban yang merasa tidak nyaman segera kembali ke vila. Sesampainya
di lokasi, Agustin mengaku langsung mendapat makian kasar dari KMC.
Tidak hanya berhenti pada verbal, KMC juga diduga melakukan
tindakan kekerasan fisik berupa dorongan, pukulan di bagian dada, dan cekikan
di leher korban, sembari mengucapkan ancaman akan menghabisi nyawa korban serta
mendeportasinya dari Indonesia. Bahkan, KMC sempat menyebut bahwa hari itu
merupakan “hari terakhir Agustin di Bali.”
Peristiwa itu membuat korban merasa tidak aman, apalagi
statusnya sebagai warga negara asing. Ia merasa tidak memiliki perlindungan
cukup jika berhadapan langsung dengan warga lokal, apalagi dalam kasus yang
melibatkan kekerasan.
Penyebab keributan tersebut diduga berawal dari perselisihan
mengenai kepemilikan dan akses terhadap kantor tempat KMC dan Agustin
sebelumnya bekerja.
Menurut penuturan korban, konflik ini berawal dari pembukaan
gembok kantor yang selama ini disegel oleh KMC.
Agustin menegaskan bahwa kantor tersebut bukanlah milik
pribadi KMC, melainkan milik seorang warga negara Spanyol bernama Cristian,
yang kebetulan sedang tidak berada di Bali.
Agustin, yang diketahui menjabat sebagai direktur di kantor
tersebut, mengaku hanya menjalankan tugas dari pemilik untuk mengambil laptop
penting yang ada di dalam.
Sementara KMC, yang menurut laporan hanya berperan sebagai
konsultan hukum di kantor itu, justru bersikap agresif dan seolah melarang
akses masuk, meskipun tidak memiliki kepemilikan atas properti tersebut.
Perselisihan kepentingan inilah yang diduga memicu emosi KMC
hingga berujung pada dugaan penganiayaan terhadap Agustin.
Agustin Toloza tidak tinggal diam. Sehari setelah kejadian,
yakni pada27 Maret 2025, ia mendatangi Polsek Kuta Selatan untuk melaporkan
peristiwa tersebut secara resmi. Korban juga telah melakukan visum sebagai
bukti fisik terjadinya kekerasan.
Laporan tersebut teregistrasi dengan Surat Tanda Penerimaan
Laporan Polisi Nomor: LP/B/55/III/2025/SPKT/POLSEK KUTA SELATAN/POLRESTA DENPASAR/POLDA
BALI.
Atas dugaan penganiayaan tersebut, KMC bisa terjerat Pasal
335 Jo Pasal 351 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang
mengatur tentang tindak pidana penganiayaan dan perbuatan tidak menyenangkan,
dengan ancaman hukuman maksimal 2 tahun 8 bulan penjara.
Korban melalui kuasa hukumnya Putu Bagus Budi Arsawan, SH,
M.Kn, menyampaikan bahwa saat ini dirinya masih mengalami trauma, kekhawatiran,
dan ketakutan akibat kejadian tersebut.
Terlebih karena ia adalah seorang warga negara asing yang
merasa tidak memiliki posisi tawar kuat jika terjadi kriminalisasi terhadap
dirinya.
Putu Bagus juga menyayangkan tindakan kekerasan yang
dilakukan oleh oknum advokat lokal tersebut. Menurutnya, kejadian ini bisa mencoreng
citra Bali sebagai destinasi wisata dunia yang terkenal dengan keramahan dan
toleransi.
“Kami sangat menyayangkan tindakan brutal tersebut. Klien
kami adalah warga negara asing yang datang ke Bali dengan itikad baik untuk
bekerja dan tinggal dengan damai. Namun kini dia harus menghadapi trauma dan
rasa takut,” tukasnya.
Pihak kuasa hukum juga berencana mengajukan permohonan
perlindungan hukum ke institusi lain, seperti Lembaga Perlindungan Saksi dan
Korban (LPSK) atau bahkan Kementerian Hukum dan HAM, agar kliennya mendapatkan
rasa aman dan tidak menjadi korban kriminalisasi lebih lanjut.
“Kami berharap penyelidikan dilakukan secara objektif dan
pelaku segera ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan untuk mencegah terjadinya
intimidasi lebih lanjut terhadap korban," tukasnya. (djo)