Perspectives News

Memantik Tanya Publik Bali, Hakim Tunda Bacakan Vonis Kasus Flame Spa, Ini Penjelasan Humas Gede Astawa

 

Para terdakwa kasus Flame Spa (mengenakan rompi merah) usai sidang di Pengadilan Negeri Denpasar Selasa (4/3/2025) lalu yang sedianya pembacaan vonis, oleh majelis hakim ditunda hari Kamis (6/3/2025) (Foto: nold)

DENPASAR, PERSPECTIVESNEWS - Keputusan mengejutkan datang dari Pengadilan Negeri (PN) Denpasar. Vonis terhadap para terdakwa dalam kasus Flame Spa yang seharusnya dibacakan pada Selasa (4/3/2025) mendadak ditunda. Alasannya? Berkas putusan belum siap!

“Karena berkas putusan belum selesai, jadi kita tunda ke hari Kamis tanggal 6 Maret 2025 untuk putusan,” ujar Ketua Majelis Hakim yang memimpin sidang.

Penundaan ini sontak menimbulkan tanda tanya besar. Pasalnya, seminggu sebelumnya, majelis hakim telah mengumumkan bahwa vonis akan dibacakan tepat pada 4 Maret 2025. Namun, begitu sidang dibuka, hakim justru langsung mengarahkan pembicaraan ke penundaan vonis hanya karena alasan teknis tersebut.

Humas PN Denpasar, Gede Putra Astawa, pun mencoba meredam sorotan publik dengan menyebut bahwa penundaan ini adalah hal yang wajar.

“Mungkin saja Majelis belum siap. Artinya putusan itu kan harus dibaca, mungkin belum lengkap dibuat, jadi belum siap dibaca hari ini. Daripada belepotan dibaca, sebaiknya ditunda,” katanya saat dikonfirmasi.

Astawa juga menambahkan bahwa putusan harus disusun dengan cermat dan kemungkinan besar berkasnya belum dicetak karena banyaknya kegiatan di pengadilan.

Alasan ini tentu saja mengundang reaksi publik. Bagaimana mungkin sebuah vonis yang seharusnya sudah dijadwalkan tiba-tiba ditunda hanya karena alasan administrasi? Apakah ini menunjukkan kelalaian atau ada sesuatu yang lebih dari sekadar berkas belum siap?

Untuk diketahui, kasus dugaan prostitusi di Flame Spa menjadi sorotan publik setelah Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut hukuman sama bagi pemilik usaha dan karyawannya. Ni Ketut Sri Astari Sarnanitha alias Nitha, Komisaris Perseroan Mimpi Surga Bali yang menaungi Flame Spa, dituntut 9 bulan penjara, sama seperti para karyawan yang bekerja di tempat tersebut.

Berdasarkan data dari Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum dan HAM, Flame Spa didirikan dengan dua pemegang saham utama, yakni Nitha sebagai Komisaris dan Ni Made Purnami Sari sebagai Direktur.

Tuntutan ini menimbulkan pertanyaan besar di masyarakat, mengingat kasus lain yang melibatkan unsur pornografi kerap berujung pada hukuman yang jauh lebih berat.

Salah satu contoh paling mencolok adalah kasus musisi Nazril Irham alias Ariel NOAH pada 2010. Ariel divonis 3,5 tahun penjara meskipun kasusnya tidak mengandung unsur komersialisasi atau eksploitasi ekonomi.

Sebagai perbandingan juga, dalam kasus prostitusi online yang melibatkan Vanessa Angel pada 2019, dua muncikari divonis lima tahun penjara. Disparitas ini menunjukkan ketidakkonsistenan dalam penerapan hukum terhadap kejahatan yang serupa.

Publik semakin mempertanyakan keputusan ini setelah muncul laporan bahwa omzet harian Flame Spa mencapai Rp 180-200 juta, atau sekitar Rp 6 miliar per bulan. Dengan pendapatan fantastis dari bisnis ilegal ini, hukuman 9 bulan penjara bagi pemilik bisnis dianggap terlalu ringan dan tidak memberikan efek jera.

Masyarakat kini menanti, apakah vonis yang dijanjikan pada 6 Maret 2025 benar-benar akan dibacakan, atau justru kembali tertunda. (djo)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama