Kasus penyiraman air keras yang dilakukan oleh bawahan kepada atasan, membuktikan bahwa konflik di tempat kerja adalah hal yang tak dapat dihindari. (Sumber: https://megapolitan.kompas.com)
Konflik di tempat kerja adalah hal yang tidak dapat dihindari, terutama dalam hubungan antara atasan dan bawahan. Namun, ketika konflik tidak dikelola dengan baik, dampaknya bisa sangat berbahaya, bahkan berujung pada kekerasan.
Kasus penyiraman air keras yang terjadi di Jakarta Barat pada 1 September 2024 mengguncang publik.
Seorang pegawai nekat menyerang atasannya setelah merasa sakit hati karena sering dimarahi. Selain sebagai tindakan kriminal, insiden ini juga menjadi bukti nyata bahwa konflik di tempat kerja yang tidak ditangani dengan baik dapat berujung pada kekerasan. Selain itu, kurangnya perhatian terhadap kondisi mental karyawan dapat memperburuk situasi dan memicu perilaku agresif.
Setiap tempat kerja pasti memiliki dinamika antara atasan dan bawahan.
Teguran atau kritik terhadap kinerja karyawan adalah hal yang wajar, bahkan diperlukan untuk meningkatkan kualitas kerja. Namun, ketika kritik berubah menjadi tekanan yang berlebihan atau dilakukan dengan cara yang kurang tepat, hal ini bisa menimbulkan dampak psikologis serius bagi karyawan.
Dalam kasus ini, pelaku merasa tertekan karena sering mendapat teguran dari atasannya. Tanpa adanya jalur komunikasi yang sehat atau mekanisme penyelesaian konflik yang jelas, perasaan tertekan ini semakin menumpuk hingga akhirnya meledak dalam bentuk kekerasan ekstrem.
Teguran dari atasan seharusnya bersifat membangun, bukan merendahkan atau memberikan tekanan emosional yang berlebihan. Sayangnya, banyak atasan masih menggunakan gaya komunikasi otoriter dengan nada kasar, yang justru membuat karyawan merasa tidak dihargai.
Penting bagi perusahaan untuk memberikan pelatihan kepada para pemimpin agar mereka mampu menyampaikan kritik dengan cara yang lebih bijaksana dan profesional. Sebuah kritik yang disampaikan dengan bahasa yang baik dan solusi yang jelas akan lebih efektif daripada teguran dengan nada tinggi yang hanya menimbulkan ketakutan dan dendam.
Selain itu, budaya kerja yang sehat sangat bergantung pada komunikasi yang efektif. Jika seorang atasan terbiasa menggunakan gaya kepemimpinan yang otoriter, kemungkinan besar bawahan akan merasa takut untuk menyampaikan pendapat atau keluhan mereka.
Hal ini menciptakan lingkungan kerja yang penuh tekanan, di mana perasaan tidak nyaman terus dipendam hingga akhirnya berujung pada perilaku destruktif.
Oleh karena itu, perusahaan perlu menerapkan kebijakan yang memungkinkan komunikasi dua arah antara atasan dan karyawan, sehingga setiap masalah dapat diselesaikan sebelum berkembang menjadi konflik yang lebih besar.
Pentingnya Kesehatan Mental di Tempat Kerja
Kasus ini juga mengingatkan kita bahwa kesehatan mental di lingkungan kerja masih sering diabaikan. Banyak perusahaan belum memiliki kebijakan yang jelas dalam menangani tekanan kerja dan masalah psikologis yang dialami karyawan.
Akibatnya, banyak pekerja mengalami stres berkepanjangan tanpa mendapatkan bantuan yang memadai. Jika stres ini terus menumpuk tanpa ada solusi, bukan tidak mungkin seseorang bisa bertindak di luar batas, seperti yang terjadi dalam kasus penyiraman air keras ini.
Agar kejadian serupa tidak terulang, perusahaan perlu mengambil langkah nyata dalam membangun budaya kerja yang lebih sehat. Beberapa hal yang bisa dilakukan antara lain menyediakan jalur komunikasi yang efektif, di mana karyawan dapat menyampaikan keluhan atau perasaan tidak nyaman tanpa takut mendapatkan konsekuensi negatif.
Selain itu, penting bagi perusahaan untuk memberikan pelatihan komunikasi bagi atasan agar mereka dapat memberikan teguran yang membangun dan mengelola tim dengan pendekatan yang lebih manusiawi.
Tidak hanya itu, perusahaan juga perlu meninjau kembali sistem evaluasi kinerja yang mereka terapkan. Jika evaluasi dilakukan dengan cara yang tidak manusiawi, seperti hanya berfokus pada kesalahan tanpa memberikan solusi, hal ini bisa merusak kesehatan mental karyawan dan menciptakan lingkungan kerja yang tidak kondusif.
Kasus penyiraman air keras di tempat kerja bukan hanya tentang tindak kriminal, tetapi juga menunjukkan kegagalan dalam manajemen konflik dan perhatian terhadap kesehatan mental karyawan.
Perusahaan memiliki tanggung jawab untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman, nyaman, dan bebas dari tekanan berlebihan. Jika dibiarkan tanpa perubahan, kejadian serupa bisa terus terjadi, membahayakan baik bagi karyawan maupun perusahaan itu sendiri.
Saatnya kita sadar bahwa kesehatan mental di tempat kerja sama pentingnya dengan produktivitas. Tanpa keseimbangan antara keduanya, lingkungan kerja bisa berubah menjadi tempat yang penuh tekanan dan bahkan berujung pada tragedi. (Ade Oktaviani - mahasiswa SV IPB University, Prodi Komunikasi Digital dan Media)