Wakil Menteri Pertanian RI, Sudaryono (5 dari kiri) membuka ICOPE 2025 di Bali Beach Convention, Sanur, Bali, Rabu (12/2/2025), berlangsung selama tiga hari hingga 14 Februari 2025. (Foto: Perspectives)
BALI, PERSPECTIVESNEWS- Wakil Menteri Pertanian RI Sudaryono menegaskan, sebagai produsen kelapa sawit terbesar di dunia dan penyumbang sekitar 58% dari total produksi minyak sawit dunia (palm oil), Indonesia tetap targetkan peningkatan produksi.
Dalam keterangan pers usai membuka Konferensi Internasional Minyak Kelapa Sawit dan Lingkungan (International Conference of Oil Palm and Environment – ICOPE) 2025, di Sanur, Bali, Rabu (12/2/2025), Sudaryono menjelaskan, Indonesia ingin menguatkan posisi tersebut (produsen terbesar-red) dengan lebih meningkatkan produksinya dengan melibatkan berbagai pihak dan stakeholders di dalamnya.
“Melalui ICOPE 2025 ini, kita akan merumuskan apa yang menjadi fokus utama kita yakni peningkatan produksi. Salah satunya dengan melakukan riset dan teknologi, pemanfaatan AI, hingga pengelolaan lingkungan dan keberlanjutannya. Melibatkan para peneliti untuk merumuskan apa yang menjadi tantangannya terutama terhadap dampak perubahan iklim,” ungkap Sudaryono.
Intensifikasi lahan, sebut Sudaryono adalah langkah utama yang dilakukan. “Dengan luas lahan yang sama, tidak bertambah, effort yang sama, cara menanam yang sama tetapi mampu menghasilkan lebih banyak,” ujarnya.
Sudaryono saat mengunjungi booth pada pameran di sela ICOPE 2025. (Foto: Perspectives)
Untuk itu, Sudaryono berharap dalam ICOPE 2025 ini, seluruh peserta bisa berkolaborasi merumuskan formula, adaptasi iklim serta transformasi industri minyak sawit yang lebih ramah lingkungan.
Konferensi ke-7 yang berlangsung selama tiga hari (12-14 Februari 2025) dan diikuti 500 peserta dari berbagai negara ini, ditujukan untuk akademisi dan pemangku kepentingan dalam industri kelapa sawit yang mengusung tema: “Transformasi Agro-Ekologis Kelapa Sawit: Menuju Pertanian yang Ramah Iklim dan Lingkungan.”
Berbasis Scientific Research
Jean-Pierre Caliman, Chairman ICOPE 2025 menjelaskan, gelaran ICOPE sudah dimulai sejak tahun 2007 lalu. Dalam setiap kegiatan tersebut, semua stakeholders terlibat untuk merumuskan keberlanjutan industi kelapa sawit berbasis scientific research.
“Dari sisi pemerintah, perusahaan swasta, serta NGO akan membawa semua suara demi kelapa sawit berkelanjutan. Seminar ICOPE ini adalah bagaimana kita membuat aksi-aksi untuk industri kelapa sawit berkelanjutan berdasarkan science. Jadi apa yang kita lakukan itu best practice dan good agricultural,” ungkap Caliman yang juga sebagai Head of SMART Research Institute saat memberikan sambutannya.
Dampak lingkungan dari budidaya kelapa sawit tetap menjadi fokus utama ICOPE 2025. Selama tiga hari konferensi, akan ada berbagai sesi ilmiah dan teknis yang membahas transformasi agronomi, aspek sosial, dan pertimbangan keuangan dalam industri kelapa sawit.
Diskusi utama akan menekankan pentingnya pendidikan untuk generasi mendatang dan perlunya peningkatan pengetahuan agronomi bagi petani kecil dan perkebunan besar. Sesi-sesi tersebut akan mencakup berbagai topik, termasuk pencapaian emisi nol bersih, keanekaragaman hayati, transformasi agro-ekologis dalam budidaya kelapa sawit, dan topik relevan lainnya.
ICOPE rutin diselenggarakan setiap dua tahun. Konferensi ini secara runut akan membahas komitmen berbagai pihak terhadap agroekologi. Kemudian dilanjutkan dengan integrasi kelapa sawit terhadap lingkungan seperti regulasi pengelolaan ekosistem, hingga inovasi dan pemberdayaan petani.
Didukung CIRAD dan WWF Indonesia
ICOPE merupakan konferensi internasional yang didukung oleh Sinar Mas Agribusiness and Food, the Agricultural Centre for International Development (CIRAD), dan World Wildlife Fund (WWF) Indonesia.
Franky O. Widjaja, Chairman and CEO, Sinar Mas Agribusiness and Food menyatakan, “Kami percaya bahwa masa depan industri kelapa sawit bergantung pada inovasi berkelanjutan dan kolaborasi erat antara berbagai pihak. Seperti pemerintah, pelaku usaha, Lembaga Swadaya Masyarakat, akademisi, serta masyarakat. Kami telah berkomitmen untuk menerapkan praktik terbaik dalam pertanian berkelanjutan, serta melindungi keanekaragaman hayati dan ekosistem di sekitar kita,” paparnya.
Ditambahkan Franky, konferensi ini sebagai momentum untuk memperkuat komitmen semua pemangku kepentingan terhadap keberlanjutan.
“Melalui diskusi dan kolaborasi selama ICOPE 2025, diyakini akan menghadirkan solusi nyata untuk menjadikan industri kelapa sawit sebagai bagian dari solusi global terhadap tantangan iklim dan lingkungan,” tutupnya.
Agus Purnomo, Direktur Sinar Mas Agribusiness and Food menambahkan, tahun ini konferensi ICOPE berfokus membahas tantangan yang dihadapi industri kelapa sawit akibat kondisi cuaca ekstrem dan pentingnya kolaborasi antar pemangku kepentingan.
“Hal ini untuk mengembangkan solusi berkelanjutan bagi masa depan industri ini,” ujar Agus Purnomo.
Ia mengambil contoh, benih sawit yang digunakan saat ini merupakan hasil pemuliaan yang telah dikembangkan sehingga memiliki produktivitas yang jauh lebih baik. Sebelumnya, rata-rata produktivitas sawit berada di 6-7 ton CPO per hektar per tahun. Setelah melalui riset, produktivitas sudah mencapai 10-12 ton CPO per hektar per tahun.
Dewi Lestari Yani Rizki, Direktur Konservasi Yayasan WWF Indonesia
Dewi Lestari Yani Rizki, Direktur Konservasi Yayasan WWF Indonesia mengatakan,”Kami meyakini industri kelapa sawit dapat bertransformasi menjadi bisnis sustainable kedepan untuk mendukung capaian Pemerintah Indonesia yaitu penurunan emisi karbon dan juga menyelamatkan keanekaragaman hayati,” ujarnya.
Lanjut Dewi, “Untuk itu perlu keseriusan bagi industri kelapa sawit untuk menerapkan tata kelola menuju keberlanjutan agar bisa menjawab tantangan pasar global,” sebutnya.
ICOPE merupakan acara penting yang mempertemukan para ahli, pemimpin industri, dan pembuat kebijakan untuk bertukar pengetahuan, mengatasi tantangan lingkungan, dan mencari solusi untuk praktik kelapa sawit yang bertanggung jawab. (lan)