Director SMART Research Institute, Dr. Jean-Pierre Caliman (kiri). (Foto: Perspectives)
BALI, PERSPECTIVESNEWS- Director SMART Research Institute, Dr. Jean-Pierre Caliman menegaskan, semua Negara menyuarakan hal yang sama tentang kelapa sawit yakni peningkatan produksi serta upaya mengurangi dampak lingkungan dari komoditas itu sendiri.
“Setiap Negara seperti Kolumbia maupun negara-negara lainnya setuju dan bersuara sama untuk meningkatkan produksi kelapa sawit, sekaligus mencari solusi bagaimana upaya mengurangi adanya deforesty,” ujar Jean saat presscon pada International Conference on Oil Palm and Environment (ICOPE) Series 2025 Day 3 di Bali Beach Convention, Bali, Jumat (14/2/2025).
Dalam konferensi yang dihadiri 527 peserta yang terdiri dari petani, peneliti, pelaku usaha, akademisi, stakeholders dan NGO itu, Jean yang juga Co-Chairman ICOPE 2025 itu mengatakan, seluruh yang hadir berkolaborasi mencari cara agar ekosistem kelapa sawit dapat terus berkelanjutan.
“Perubahan iklim sangat nyata terjadi dan sedang menjadi masalah besar bagi keberlangsungan hidup manusia. Ini bukan hanya sekadar isu lingkungan, tetapi juga sekaligus ancaman nyata bagi kelangsungan hidup tanaman kelapa sawit,” jelas Jean.
Jean menyebutkan, peneliti dari Colombian Oil Palm Research Centre (Cenipalma), Ivan Mauricio Ayala Diaz pun menyatakan bahwa suhu tinggi dapat berdampak buruk pada tanaman sawit.
“Perubahan iklim memengaruhi suhu yang berdampak langsung pada tanaman kita. Ini adalah kondisi di mana banyak penyakit dan hama muncul, serta kelangkaan yang akan mengganggu hasil panen,” kata Jean mengutip apa yang disampaikan Ivan.
Dalam paparannya, Ivan menjelaskan, dengan meningkatnya suhu dan perubahan kelembaban, tanaman kelapa sawit mengalami penurunan kemampuan ekologis. Hal ini juga berdampak pada ekosistem lainnya.
Agroforestri Jadi Solusi
Permintaan minyak sawit yang terus meningkat telah mendorong ekspansi besar-besaran perkebunan kelapa sawit di Indonesia.
Ekspansi ini juga menimbulkan berbagai permasalahan, seperti deforestasi, degradasi tanah, hilangnya keanekaragaman hayati, serta dampak perubahan iklim.
Untuk mengatasi tantangan tersebut, perlu dilakukan pendekatan agroforestri yang bisa menjadi solusi bagi kondisi tersebut. Pendekatan ini mulai menjadi perhatian sebagai alternatif yang lebih berkelanjutan, kata Sonya Dewi dari ICRAF Indonesia.
“Ekspansi perkebunan sawit sering kali menimbulkan perdebatan global karena berkaitan dengan konversi hutan, kepunahan spesies, dan perubahan iklim. Karena itu, kita perlu mencari solusi yang dapat menyeimbangkan produksi sawit dan kelestarian lingkungan,” ungkapnya.
Konferensi ini mengusung tema “Oil palm agro-ecological transformation: towards climate- and nature-positive agriculture” atau “Transformasi Agro-Ekologis Kelapa Sawit: Menuju Pertanian yang Ramah Iklim dan Lingkungan”. (lan)