Paslon Koster-Giri usai mengikuti hearing pariwisata yang dihelat GIPI Bali, Jumat (25/10/2024) di Jimbaran, Kabupaten Badung. (Foto: menot)
DENPASAR, PERSPECTIVESNEWS - Calon Gubernur Bali Wayan Koster secara lugas dan terang benderang menjelaskan pertanyaan publik mengenai tagline #one commando# saat Koster tampil sebagai pembicara dalam sebuah hearing pariwisata, Jumat (25/10/2024) di Jimbaran.
Pada acara yang digagas Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Bali itu, salah seorang peserta bertanya, "bagaimana jika gubernur tidak sejalur dengan pusat?"
Pertanyaan seorang peserta tersebut sebenarnya sudah lama muncul di medsos dengan tagline #one commando#, yang dimunculkan salah satu paslon gubernur Bali.
Mendapat pertanyaan tersebut, Koster langsung menjelaskan secara lugas. Pria asal Sembiran ini mengatakan, siapa pun presidennya maka dia harus menjalankan UU yang ada. Koster mengatakan, yang paling dikhawatirkan warga Bali selama ini adalah jika Gubernur Bali itu berbeda partai dengan presiden dan dikhawatirkan akan banyak mengalami hambatan dalam membangun Bali.
"Saya cukup lama duduk di Badan Anggaran DPR RI. Sudah biasa mengalokasikan anggaran APBN ke daerah, baik provinsi maupun kabupaten kota, bahkan desa dengan undang-undang yang sudah ada. Pengaturan alokasi anggaran dari APBN ke daerah ada normanya, diatur dengan undang-undang, yakni UU Tentang Pemerintah Daerah dan UU Tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah," ujarnya.
Koster berharap warga Bali tidak khawatir soal perbedaan partai antara Gubernur Bali dan Presiden Prabowo Subianto. Sebab, semua itu ada aturan mainnya yang sudah dijalankan.
Anggota DPR RI tiga periode ini menjelaskan, ada tiga skema alokasi anggaran dari pusat ke daerah. Pertama, Dana Alokasi Umum (DAU). DAU sudah ada rumusnya, luas wilayahnya berapa, jumlah penduduk dan tingkat kemiskinannya seperti apa.
"Ini rumus yang tidak bisa diintervensi oleh siapa pun. Dia berjalan dengan sistemnya dengan pasalnya," ujarnya.
Kedua, Dana Alokasi Khusus (DAK), yang bertujuan menyelenggarakan berbagai program pembangunan di daerah untuk kepentingan pusat. Program pembangunan ini dilaksanakan di daerah tetapi tujuannya untuk pusat.
"Kalau pusat punya pekerjaan, misalnya di daerah untuk mencapai tujuan tertentu dengan programnya, maka pusat wajib mengalokasikan anggaran tanpa diminta. Misalnya untuk infrastruktur pertanian, kesehatan dan pendidikan. Ini amanat UU," ujarnya.
Ketiga, adalah dana bagi hasil pusat dan daerah. Itu pun sama, rumusnya berapa yang masuk dari Bali ke pusat. Menurut undang-undang, sekian persen dana tersebut harus dikembalikan dalam bentuk dana bagi hasil.
Koster memastikan, 3 sumber keuangan ini tidak perlu diintervensi siapapun. Sebab, dia berjalan sesuai UU atau regulasinya sudah ada. Bahkan presiden pun tidak bisa intervensi.
Selain tiga sumber, kata Koster, masih ada lagi sumber dana dari APBN melalui beberapa kementerian, yang memang ada alokasinya ke daerah. Untuk di Bali, contohnya adalah pembangunan shortcut Mengwi-Singaraja. Programnya itu dialokasikan ke daerah seperti membangun jalan shortcut. Pembebasan lahan dibiayai provinsi dan pembangunan infrastruktur dibiayai pusat.
"Menurut saya kementerian pun punya prioritas untuk pembangunan daerah. Jadi saya pastikan presiden, gubernur, bupati, kalaupun tidak satu partai, tidak ada masalah. Sebab bukan itu pendekatannya. Pendekatannya adalah membangun wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, masyarakat seluruh Indonesia, sesuai haknya yang diatur dengan konstitusi," ujarnya.
Koster pun dengan sangat rendah hati dan percaya, jika Presiden Prabowo Subianto adalah orang yang sangat nasionalis, sangat dedicated. Dia akan tetap mencintai Bali.
"Kalau saya terpilih menjadi gubernur dan Pak Giri menjadi wakil gubernur, saya akan menghadap Bapak Presiden Prabowo Subianto. Bapak Presiden akan tahu banyak soal Bali. Sebab, 45% devisa Indonesia dari Bali, pusat sangat berkepentingan dengan Bali, masyarakat dunia berkepentingan dengan Bali. Saya yakin tidak perlu dikhawatirkan, dan saya punya seni sendiri untuk melakukan itu karena pengalaman di Banggar DPR RI," ujarnya. (djo)