Pendidikan menjadi salah satu kelompok penyumbang inflasi utama pada Juli 2024 di Bali. (Foto: dok)
DENPASAR, PERSPECTIVESNEWS- Berdasarkan rilis BPS Provinsi Bali, perkembangan harga Provinsi Bali pada Juli 2024 secara bulanan mengalami inflasi sebesar 0,10% (mtm), lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya yang mengalami deflasi sebesar -0,55% (mtm).
Secara tahunan, inflasi Provinsi Bali menurun dari 2,71% (yoy) pada bulan sebelumnya menjadi 2,53% (yoy) dan tetap berada pada kisaran target 2,5% ± 1%. Inflasi Bali yang tetap terjaga terwujud sebagai hasil dari terus berlanjutnya kolaborasi, inovasi, dan sinergi Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID), baik di tingkat provinsi Bali maupun kota/kabupaten.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Erwin Soeriadimadja menerangkan, Inflasi yang terjaga terjadi di seluruh kota sampel inflasi. Secara spasial, Kabupaten Badung mengalami deflasi, sebesar -0,03% (mtm) atau 2,40% (yoy). Sementara, Kota Denpasar mengalami inflasi tertinggi, yaitu sebesar 0,16% (mtm) atau 3,04% (yoy). Kemudian, Kota Singaraja mengalami inflasi sebesar 0,12% (mtm) atau 2,07% (yoy). Kabupaten Tabanan mengalami inflasi sebesar 0,09% (mtm) atau 1,75% (yoy).
“Kelompok penyediaan makanan minuman, dan kelompok pendidikan menjadi penyumbang inflasi utama pada Juli 2024. Sementara, berdasarkan komoditasnya, inflasi terutama bersumber dari cabai rawit, beras, kopi bubuk, biaya pendidikan taman kanak-kanak, dan angkutan udara,” ujarnya Jumat (2/8/2024).
Erwin menjelaskan, kenaikan harga beras dan cabai rawit didorong oleh penurunan pasokan sejalan dengan berakhirnya panen raya padi di Bali serta terbatasnya pasokan cabai rawit dari dalam Bali (seperti Klungkung, Kintamani, dan Singaraja) dan luar Bali (Ampenan-Lombok dan Jawa).
”Kenaikan biaya pendidikan seiring dengan masuknya tahun ajaran baru. Demikian pula libur tahun ajaran baru mempengaruhi kenaikan tarif angkutan udara. Sementara itu, laju inflasi yang lebih tinggi tertahan oleh penurunan harga bawang merah, tomat, cabai merah, kol putih/kubis, dan semangka,” jelasnya.
Ditambahkan Erwin, pada Agustus 2024, terdapat beberapa risiko yang perlu diwaspadai, seperti potensi penurunan pasokan beras dan cabai rawit yang masih berlanjut seiring dengan berakhirnya panen raya; serta harga avtur yang lebih tinggi berisiko menyebabkan kenaikan tarif angkutan udara.
Namun potensi stabilitas harga tetap terjaga sejalan harga gula global yang menunjukkan penurunan berpotensi mempengaruhi penurunan harga gula pasir dalam negeri dan panen bawang merah di Bima (NTB) sebagai salah satu sumber pasokan di Bali.
“TPID Provinsi dan 9 Kabupaten/Kota di Bali secara konsisten melakukan pengendalian inflasi dalam kerangka kebijakan 4K antara lain Penandatanganan PKS antara Perumda Pasar dan pangan Mangu Giri Sedana dengan Pekaseh Subak di Kab. Badung pada 11 Juli 2024 terkait pembelian/penyerapan padi/gabah petani Badung oleh Perumda sesuai dengan jadwal panen petani; finalisasi pembangunan RMU Badung yang saat ini progress pembangunan fisik RMU telah hampir mencapai 100%; pembentukan Klaster Logistik penanggulangan bencana di Provinsi Bali dan sosialisasi klaster logistik bagi Kabupaten/Kota se-Bali; serta pemberian fasilitasi distribusi pangan (FDP) subsidi biaya angkut barang guna mendukung operasi pasar dari APBD. Melalui langkah-langkah tersebut, Bank Indonesia meyakini inflasi Provinsi Bali pada tahun 2024 akan tetap terjaga dan terkendali dalam kisaran target 2,5%±1%,” tutup Erwin.