Daun kratom (Foto: Ist)
Di Indonesia, namanya kratom (mitragyna speciosa korth). ‘Daun surga’ ini menjadi dilema antara manfaat dan mudaratnya karena ternyata tanaman yang banyak tumbuh di Kalimantan, Sumatera, sampai ke Sulawesi dan Papua di wilayah tertentu ini disebut sebagai tanaman potensial.
Selain pohonnya yang bermanfaat sebagai penahan abrasi sungai dan rehabilitasi lahan rawa pasang surut, daunnya adalah salah satu komoditas hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang potensial mengangkat perekonomian masyarakat.
Daunnya dapat diolah untuk diekspor dan dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Namun saat ini, keberadaan tanaman kratom ini terancam dimusnahkan karena terindikasi sebagai narkotika kelompok NPS4 oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) meski belum masuk daftar secara resmi, sebagaimana dilansir dari laman Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI.
Daun kratom dimanfaatkan oleh masyarakat lokal sebagai obat tradisional untuk mengatasi diare, lelah, nyeri otot, batuk, meningkatkan daya tahan tubuh, menurunkan tekanan darah tinggi, menambah energi, mengatasi depresi, hingga antidiabetes dan antimalaria, serta stimulan seksual.
Daun, atau ekstrak daun kratom pada umumnya memang digunakan sebagai stimulan dan obat penenang. Daun kratom ini juga disebut bisa mengobati sakit kronis, masalah pencernaan, dan sebagai bantuan untuk menghilangkan ketergantungan opium.
Bahan aktif utama kratom adalah alkaloid mitragynine dan 7-hydroxymitragynine, di mana alkaloid ini dapat memiliki efek analgesik (menghilangkan rasa sakit), anti-inflamasi, atau relaksasi otot. Karena alasan inilah kratom sering digunakan untuk meredakan gejala fibromyalgia.
Daun ini biasanya akan dikeringkan dan dihancurkan atau dijadikan bubuk. Pada umumnya, bubuk kratom juga akan dicampur dengan daun lain sehingga warnanya bisa hijau atau cokelat muda. Selain itu, kratom juga tersedia dalam bentuk pasta, kapsul, dan tablet.
Namun, ternyata belum ada uji klinis yang cukup membantu untuk memahami manfaat kratom. Daun kratom ini ternyata juga belum disetujui penggunaannya untuk kepentingan medis. Meski demikian, daun kratom legal di beberapa negara bagian Amerika Serikat (AS), di mana kratom biasanya dipasarkan sebagai obat alternatif. Sementara itu, kratom ilegal di Thailand, Australia, Malaysia, dan beberapa negara Uni Eropa.
Daun kratom yang sudah diolah. (Foto: Ist)
Efek Samping Kratom
Kratom memiliki banyak efek samping jika dikonsumsi, antara lain adalah:
- Lidah menjadi mati rasa, mual, muntah, sembelit atau konstipasi, mulut kering, sering kencing, halusinasi, delusi, serta masalah pada kelenjar tiroid.
- Konsumsi kratom dalam dosis tinggi juga dapat menyebabkan masalah pernafasan, kerusakan organ hati, kejang-kejang, pembengkakan otak, hingga kematian.
- Kratom juga bisa menyebabkan ketergantungan jika dikonsumsi secara teratur.
- Jika Anda mengonsumsi Kratom secara teratur dan tiba-tiba Anda menghentikan konsumsinya, maka dapat menyebabkan berkurangnya nafsu makan, nyeri otot, kejang-kejang, diare, gangguan kecemasan, insomnia, demam, emosi tidak stabil, hot flashes atau demam tiba-tiba yang biasanya menjadi gejala menopause, dan mata berair.
Badan Narkotika Nasional (BNN) tengah mendorong pemerintah untuk melarang peredaran tanaman kratom, dan BNN menyebutkan bahwa kratom adalah tanaman yang mempunyai tingkat bahaya 10 kali lipat di atas ganja dan kokain.
Meski daun kratom punya segudang manfaat tetapi juga perlu diwaspadai mudaratnya jika olahannya untuk tujuan yang tak tepat.
Daun ini sangat istimewa. Spesies tropis dari famili rubiaceae atau masih sekeluarga dengan tanaman kopi, ditemukan di Asia Tenggara seperti Thailand, Indonesia, Malaysia, Myanmar, dan Filipina. Namun, populasi terbesar kratom sesungguhnya adalah di Kalimantan.
Kratom punya banyak nama lokal. Ia disebut ketum dan purik di Kalbar, kayu sapat atau sepat di Kalteng dan Kalsel, dan kedamba atau kedemba di Kaltim.
Kratom merupakan tumbuhan kokoh berakar tunggang. Daunnya sedikit lebar dan bersirip. Batangnya gemuk, bisa mencapai diameter 0,9 meter ketika berusia 10-15 tahun.
Bagian yang paling khas adalah bunga yang berbentuk bulat dan bergerigi. Biasanya, bunga atau buah ini tumbuh di ujung batang. Kratom tumbuh dengan alami dan cepat (fast growing) di lahan kritis terutama tepi sungai dan rawa pasang-surut. Sebaran kratom di Kaltim banyak ditemukan di Kota Bangun, Kutai Kartanegara. Sementara di Samarinda, tanaman tersebut tumbuh di pinggiran Sungai Karang Mumus di utara kota.
Yang menjadikan tumbuhan tepi sungai ini istimewa adalah khasiatnya. Sejak dulu kala, masyarakat mengonsumsi daun kratom untuk mengatasi kelelahan. Khasiat utama kratom adalah suplemen bagi tubuh [Kratom (mitragyna speciosa korth): Manfaat, Efek Samping, dan Legalitas, Jurnal Kementerian Kesehatan, 2017, hlm 176].
Masyarakat Kalimantan khususnya Kalbar, telah mengonsumsi seduhan daun kratom. Bahkan, para petani dulu sering mengunyah daun kratom segar demi mendapat tenaga ekstra (Understanding The Miracle Power of Kratom, 2018).
‘Teh kratom’ juga dipercaya meringankan diare, lelah, nyeri otot, dan batuk. Seduhan ini juga meningkatkan daya tahan tubuh, menurunkan tekanan darah tinggi, menambah energi, mengatasi depresi, antidiabetes dan antimalaria, serta stimulan seksual.
Diolah daunnya dari alam atau budi daya di kebun dan pekarangan rumah. (Foto: Ist)
Nilai Ekonomi
Komoditas kratom di Kalimantan berpusat di Kalimantan Barat, tepatnya di Kabupaten Kapuas Hulu. Dari sana, kratom diekspor. Diolah dengan mengambil daunnya dari alam atau budi daya di kebun dan pekarangan rumah.
Dampak ekonomi dari tanaman kratom ini sangat terasa. Apalagi, harga jual kratom, untuk daun basah berkisar Rp 1.500 sampai dengan Rp 3.500 per kilogram. Sedangkan daun kering berkisar Rp 17 ribu sampai Rp 27 ribu.
“Daun kering adalah remahan dari seluruh Kalimantan yang dikumpulkan dan dikirim ke Kalimantan Barat untuk diolah menjadi tepung kratom,” terang Rina dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Tepung kratom selanjutnya diekspor ke Amerika Serikat, Kanada, Arab Saudi, India, dan Eropa. Amerika serikat adalah importir kratom terbesar dari Kalimantan.
Menurut data Pengusaha Kratom Indonesia, dalam kurun 2015-2018, total ekspor kratom dari Kalimantan Barat mencapai 4.800 ton. Seluruhnya melewati 90-an eksportir. Penghasilan masyarakat petani dari pengolahan kratom mencapai Rp 49,2 miliar dalam kurun 4 tahun.
Efek Narkotika
Sebagai pengimpor kratom terbesar, AS telah memegang lima hak paten dari turunan mitraginin dan 7-hidroksimitragynin, dua senyawa yang dikandung daun ini. Anehnya, Amerika Serikat pula yang menginisiasi penelitian bahwa zat adiktif kratom lebih berbahaya dibanding ganja dan kokain.
Belakangan, Badan Narkotika Nasional juga mengklaim, bahaya kratom diperkirakan 10 kali lipat dari kokain dan ganja. BNN pun tengah merekomendasikan kepada Kementerian Kesehatan agar kratom dimasukkan ke narkotika golongan I (setara ganja, kokain, heroin, dan opium).
Menurut Rina, ada yang harus jelas sebelum memasukkan kratom sebagai narkotika golongan I.
Berdasarkan risetnya, efek samping setara kokain dan heroin diperoleh setelah tepung kratom diekstraksi. Untuk pemakaian tradisional dan sederhana seperti diseduh, efeknya tak sebesar itu.
“Biasanya, saat dikonsumsi secara simplisia (sederhana), ada zat penawar untuk menekan mitraginin dalam kratom. Tapi, mesti ada penelitian lebih lanjut,” ujarnya.
Saat ini, kratom masih berstatus legal ditanam dan diperjualbelikan. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 7 Tahun 2018 tentang Perubahan Golongan Narkotika, kratom belum masuk daftar narkotika baru.
Namun demikian, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah melarang penggunaan kratom sebagai obat tradisional dan suplemen makanan sejak belasan tahun lalu. Larangan ini dikeluarkan melalui Keputusan Kepala BPOM Nomor HK 00.05.23.3644 pada 2004 tentang Ketentuan Pokok Pengawasan Suplemen Makanan. (lan/berbagai sumber)