Kepala OJK Provinsi Bali Kristrianti Puji Rahayu. (Foto: OJK)
DENPASAR, PERSPECTIVESNEWS- Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Bali menilai kinerja Industri Jasa Keuangan (IJK) di Provinsi Bali dan Nusa Tenggara posisi Februari 2024 tetap resilien dan terjaga stabil didukung oleh permodalan yang kuat, kondisi likuiditas yang memadai, dan profil risiko yang terjaga.
Data sektor perbankan Provinsi Bali dan Nusa Tenggara posisi Februari 2024 menunjukkan penyaluran kredit maupun penghimpunan DPK mengalami pertumbuhan yang semakin membaik dari periode sebelumnya. Penyaluran kredit mencapai Rp218,41 triliun atau tumbuh 11,34 persen yoy lebih tinggi dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 3,72 persen yoy (Januari 2024: 10,71 persen yoy).
Hal tersebut disampaikan Kepala OJK Provinsi Bali Kristrianti Puji Rahayu dalam rilis, Jum’at (5/4/2024).
Dikatakan Puji Rahayu, data sektor perbankan Provinsi Bali dan Nusa Tenggara posisi Februari 2024 menunjukkan penyaluran kredit maupun penghimpunan DPK mengalami pertumbuhan yang semakin membaik dari periode sebelumnya. Penyaluran kredit mencapai Rp218,41 triliun atau tumbuh 11,34 persen yoy lebih tinggi dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 3,72 persen yoy (Januari 2024: 10,71 persen yoy).
Berdasarkan jenis penggunaannya, sebesar 58,53 persen kredit di wilayah Bali dan Nusa Tenggara disalurkan kepada kredit produktif, yaitu 38,87 persen pada Modal Kerja dan 19,66 persen pada Investasi.
Pertumbuhan kredit yoy didorong oleh peningkatan nominal kredit Investasi yang bertambah sebesar Rp9,20 triliun atau tumbuh 27,74 persen yoy lebih tinggi dibandingkan Februari 2023 yang sempat mengalami kontraksi sebesar -6,46 persen (Januari 2024: 27,04 persen yoy). Tingginya pertumbuhan kredit investasi ini menggambarkan meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap kondisi ekonomi di Bali dan Nusa Tenggara.
Berdasarkan sektornya, penyaluran kredit didominasi oleh sektor Bukan Lapangan Usaha (konsumtif) sebesar 41,47 persen dan Sektor Perdagangan Besar dan Eceran sebesar 25,58 persen.
Pertumbuhan kredit disumbangkan oleh peningkatan nominal penyaluran di Sektor Pertambangan dan Penggalian yang bertambah sebesar Rp5,86 triliun (tumbuh 74,75 persen yoy) serta Sektor Penerima Kredit Bukan Lapangan Usaha yang bertambah sebesar Rp5,66 triliun (tumbuh 6,66 persen yoy). Berdasarkan kategori debitur, sebesar 44,25 persen kredit di Bali dan Nusa Tenggara disalurkan kepada UMKM dengan pertumbuhan sebesar 10,52 persen yoy (Februari 2023: 7,00 persen yoy).
Tingginya penyaluran kredit perbankan kepada UMKM menunjukkan keberpihakan bank untuk mendukung pertumbuhan ekonomi daerah.
Seiring dengan pertumbuhan penyaluran kredit, penghimpunan DPK juga mengalami pertumbuhan positif. Penghimpunan DPK mencapai Rp254,69 triliun atau tumbuh double digit yaitu 15,59 persen yoy, tumbuh sedikit melandai dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 17,74 persen yoy.
Namun demikian, pertumbuhan DPK posisi Februari 2024 lebih tinggi dibandingkan Januari 2024 yang sebesar 13,99 persen yoy. Berdasarkan jenisnya, peningkatan DPK dibandingkan Februari 2023 ditopang oleh kenaikan nominal Tabungan sebesar Rp18,97 triliun dan Deposito sebesar Rp8,47 triliun.
Fungsi intermediasi yang tercermin dari Loan to Deposit Ratio (LDR) posisi Februari 2024 sebesar 85,76 persen, sedikit meningkat dibandingkan posisi Januari 2024 yang sebesar 85,57 persen (Februari 2023: 89,03 persen). Rasio LDR yang meningkat dibandingkan Januari 2024 antara lain karena peningkatan nominal penyaluran kredit secara mtm lebih tinggi dibandingkan peningkatan nominal DPK.
Adapun kecukupan modal BPR yang tercermin pada likuiditas BPR (Cash Ratio/CR) dan Capital Adequacy Ratio (CAR) relatif terjaga di atas threshold (5 persen). Rasio CR dari BPR di Bali sebesar 14,39 persen, Nusa Tenggara Barat sebesar 12,37 persen, dan Nusa tenggara Timur sebesar 7,02 persen.
Adapun rasio CAR untuk BPR DI Bali sebesar 34,94 persen, Nusa Tenggara Barat sebesar 48,66 persen, dan Nusa Tenggara Timur sebesar 47,95 persen. Tingginya permodalan perbankan diyakini mampu menyerap potensi risiko yang dihadapi dan OJK akan terus mendorong kinerja intermediasi dengan tetap menjaga keseimbangan antara pertumbuhan pembiayaan dan terjaganya likuiditas.
Kualitas kredit perbankan di Bali dan Nusa Tenggara tetap terjaga yang tercermin dari penurunan rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) gross menjadi sebesar 2,45 persen lebih rendah dibandingkan posisi Februari 2023 yang sebesar 2,77 persen.
Ke depan, tetap perlu diperhatikan risiko perbankan utamanya risiko pasar dan dampaknya pada risiko likuiditas terkait sentimen suku bunga global yang masih tetap tinggi, serta potensi peningkatan risiko kredit pasca-berakhirnya masa relaksasi kredit restrukturisasi terkait Covid-19 pada akhir Maret 2024.
“Untuk itu perbankan diminta meningkatkan daya tahannya melalui penguatan permodalan dan menjaga coverage CKPN dan PPAP secara memadai, serta secara rutin melakukan stress test untuk mengukur kemampuan permodalannya dalam menyerap potensi risiko,” tutur Puji Rahayu. (lan)