Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa secara simbolis menyerahkan laporan Peta Jalan Nusa Penida 100 Persen Energi Terbarukan kepada Pemprov Bali diterima I Dewa Gede Mahendra Putra. (Foto: Humas IESR)
KLUNGKUNG, PERSPECTIVESNEWS - Agenda transisi energi di Bali akan menjadi salah satu poros utama mencapai target Bali untuk emisi nol bersih atau net zero emission (NZE) pada 2045. Pemprov Bali melakukan sinergi dengan banyak pihak, di antaranya Koalisi Bali Emisi Nol Bersih yang terdiri dari Institute for Essential Services Reform (IESR), WRI Indonesia, New Energy Nexus Indonesia, dan CAST Foundation.
Salah satu upaya yang dilakukan untuk mencapai Bali NZE 2045 adalah mengalihkan penggunaan energi fosil menjadi 100 persen energi terbarukan di Nusa Penida, pada 2030.
Seiring berkembangnya Nusa Penida menjadi objek wisata populer di Bali, pertumbuhan permintaan energi di Nusa Penida diproyeksi semakin meningkat. Saat ini, kebutuhan energi Nusa Penida dipenuhi oleh pembangkit listrik tenaga disel (PLTD) dan surya (PLTS) dengan baterai 3,5 MW, dengan sistem baterai sebesar 1,8 MWh total kapasitas 17,06 MW, dengan lebih dari 21 ribu pelanggan.
Penggunaan energi terbarukan dalam bentuk PLTS ini telah meningkatkan rasio energi terbarukan dalam bauran energi di Nusa Penida menjadi hampir 24 persen.
Pj. Gubernur Bali SM. Mahendra Jaya saat peluncuran laporan Peta Jalan Nusa Penida 100 Persen Energi Terbarukan yang diselenggarakan IESR bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Bali, Rabu (6/3/2024), mengatakan, Pemprov Bali mendukung pengembangan ekosistem energi terbarukan, yang menyediakan berbagai kesempatan baik tenaga kerja hijau, menaikkan nilai moral dan spiritual di masyarakat maupun sinergitas terhadap berbagai kebijakan yang dikeluarkan agar target NZE 2045 terwujud dimulai dari Nusa Penida.
“Pengembangan energi terbarukan perlu selaras dengan peta jalan ekonomi sehingga ekonomi hijau bisa berkembang pesat di Nusa Penida maupun Bali secara keseluruhan,” ucap Pj. Gubernur Bali dalam sambutan dibacakan Asisten 1 Bidang Pemerintahan dan Kesra, I Dewa Gede Mahendra Putra.
Sementara Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa menyebut, karena saat ini di Nusa Penida bauran energi terbarukan sudah mencapai 24 persen, maka hingga 2030 Nusa Penida hanya perlu mengejar 76 persen dengan mempertimbangkan peningkatan permintaan listrik, kehandalan dan biaya produksi listrik.
“Ada tiga tahap untuk meraih Nusa Penida 100 persen energi terbarukan di 2030. Tahap satu pada 2024-2027 di antaranya mensubtitusi penggunaan PLTD pada siang hari dengan PLTS atap. Tahap dua pada 2027-2029 antara lain dengan menempatkan PLTD sebagai pembangkit cadangan (back up), tahap tiga pada 2029-2030 yaitu dengan mengoptimalkan pembangkit energi terbarukan lainnya seperti biodiesel dan arus laut, dan membangun pumped hydro energy storage,” ungkap Fabby.
PLTS menjadi andalan dalam meningkatkan bauran energi terbarukan Nusa Penida dengan potensi teknisnya yang lebih besar dan lebih kompetitif secara biaya dibandingkan pembangkit energi terbarukan lainnya, mencapai hingga 3,2 GW. Hal ini disampaikan Alvin Putra Sisdwinugraha, Analis Sistem Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan IESR.
“Selain mengoptimalkan PLTS skala utilitas, penggunaan PLTS atap dapat didorong karena semakin tinggi penetrasi PLTS atap di Nusa Penida, maka semakin rendah biaya pembangkitan yang harus ditanggung oleh operator sistem, dengan potensi penghematan mencapai 7,3 persen. Penghematan dari berkurangnya penggunaan PLTS dengan masuknya PLTS atap juga bisa melebihi biaya integrasi yang dikeluarkan operator,” jelas Alvin.
Menurutnya, untuk mengatasi permasalahan variabilitas oleh pembangkit listrik energi terbarukan yang ada di Nusa Penida, terdapat beberapa sistem dan teknologi yang bisa digunakan, seperti sistem pengkonversi daya (power conversion system), sistem manajemen energi (energy management system), dan sistem penyimpanan energi (energy storage system).
Sementara Ketua CORE Universitas Udayana Ida Ayu Dwi Giriantari mengatakan agar peta jalan ini dapat terlaksana dengan baik, maka Pemprov Bali dan seluruh pihak terlibat harus mampu menjawab tantangan yang ada seperti, regulasi yang belum optimal dan tidak konsisten, investasi yang terbatas, sumber daya manusia yang masih belum terbangun, teknologi yang masih impor serta keterbatasan aksesibilitas dan infrastruktur karena lokasi Nusa Penida yang terpisah dari Bali daratan.
Menyambut Peta Jalan Nusa Penida 100 Persen Energi Terbarukan, Asisten Perekonomian dan Pembangunan Pemerintah Kabupaten Klungkung Luh Ketut Ari Citrawati, menyatakan Pemkab Klungkung telah menjadikan konsep pariwisata berkelanjutan sebagai salah satu prioritas pembangunan, termasuk penetapan wilayah pengembangan PLTS dalam Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kabupaten Klungkung. (lan)