Sekda Dewa Made Indra foto bersama usai seminar nasional “Implementasi Undang-Undang No 1 Tahun 2022", di The Royal Pita Maha Ubud, Rabu (31/1/2024). (Foto: Humas Prov. Bali)
GIANYAR,
PERSPECTIVESNEWS- Sekretaris Daerah Provinsi BaliDewa Made Indra mengapresiasi
dan mendukung langkah intelektual yang ditempuh pelaku usaha SPA & Wellness
dalam menyikapi pemberlakuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Hubungan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKP3D).
Langkah intelektual yang dimaksudkan itu adalah pelaksanaan
seminar nasional yang mengusung tema “Implementasi Undang-Undang No 1 Tahun
2022 Dampak bagi Pelaku Usaha SPA” di The Royal Pita Maha Ubud, Rabu
(31/1/2024).
Sekda Dewa Indra menambahkan, dalam polemik yang mengemuka
terkait pemberlakuan UU HKP3D, Pemprov Bali mengambil posisi mencermati dan
membaca aspirasi serta wacana yang berkembang di ruang publik.
“Mencermati wacana yang berkembang, kami merumuskan dua isu.
Pertama, penempatan SPA (Sanitas Per Aquam) pada kelompok jasa hiburan tertentu
yang dinilai tidak tepat dengan segenap argumen dan historisnya. Isu kedua
adalah pengenaan tarif pajak terlalu tinggi yaitu pada kisaran 40 % - 75 %,”
urainya.
Menyikapi dua hal tersebut, Pemprov Bali dan industri
pariwisata menempuh jalan yang berbeda sesuai dengan ranah masing-masing.
Sesuai dengan ranah yang bisa ditempuh, Pemprov Bali telah melakukan langkah
strategis yaitu melalui pertemuan bersama dengan pemerintah kabupaten/kota yang
melibatkan stakeholder pariwisata pada Jumat (26/1/2024).
“Kami duduk bersama untuk menyelesaikan persoalan dalam
koridor dan jalur regulasi. Kami melihat ada ruang dalam UU tersebut yang
mengakomodir aspirasi daerah yaitu pasal 101. Selain itu juga ada PP 35 Tahun
2023,” terangnya.
Berdasarkan regulasi tersebut, seluruh pemerintah
kabupaten/kota yang hadir pada pertemuan sepakat untuk tidak memberlakukan
pengenaan pajak 40% – 75% persen.
“Pemerintah kabupaten/kota bersepakat untuk menggunakan
instrumen kebijakan pemberian insentif fiskal. Mengenai besarannya, kita
berikan kesempatan kepada kabupaten/kota untuk mengaturnya. Ini sesuai dengan
semangat otonomi daerah,” ujarnya.
Sejalan dengan upaya yang ditempuh pemerintah, Sekda Dewa
Indra menghormati langkah yang ditempuh oleh pelaku usaha yaitu melalui jalur
hukum yaitu mengajukan judicial review dan langkah intelektual dengan membahas
polemik pada forum seminar.
“Seminar ini merupakan jalur intelektual. Silahkan
mengemukakan fakta sesuai dengan penalaran masing-masing. Rundingkan hal-hal
yang dapat menguatkan upaya judicial review. Ini merupakan jalan terhormat yang
patut diapresiasi,” paparnya.
Sekda Dewa Indra berharap perjuangan ini menghasilkan
sesuatu yang bermanfaat bagi kemajuan usaha Spa yang sangat mendukung sektor
pariwisata.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI Sandiaga
Salahuddin Uno sebagai pembicara kunci dalam kegiatan tersebut memastikan bahwa
pemerintah hadir untuk mendengar dan merespon tuntutan dan harapan para pelaku
usaha Spa.
Menurutnya, sejumlah kementerian terkait telah turun tangan
menyikapi polemik ini. Disebutkan, implementasi UU HKP3D menjadi polemik karena
Spa masuk kelompok jasa hiburan tertentu yang kemudian dikenakan pajak 40% -
75%. Padahal mengacu pada Permenparekraf Nomor 4 Tahun 2021, Spa masuk kategori
wellness tourism.
Masih menurut Sandiaga Uno, Kemenkes RI juga memasukkan Spa
dalam kategori industri kesehatan.
Ia berharap pelaku usaha Spa jangan khawatir karena
pemerintah sudah mengambil langkah dalam menyikapi polemik ini.
“Bapak Presiden juga telah mengeluarkan edaran agar
pengenaan pajak jangan membebani industri pariwisata yang baru pulih,”
cetusnya.
Sementara itu, Ketua PHRI BPD Provinsi Bali Prof. Tjok Oka
Sukawati dalam paparannya menyinggung tentang cikal bakal berkembangnya usaha
Spa & Wellness di Pulau Dewata yang tak bisa dipisahkan dari keberadaan
Hotel The Royal Pitamaha Ubud.
“Spa masuk kategori usaha perawatan, tak ada satu kata pun
yang menyebut hiburan. Untuk pengurusan izin, kode untuk Spa adalah jasa kesehatan
dan perawatan modern holistik,” sebutnya. (yus/hum)