Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Bali, Butet Linda H. Panjaitan. (Foto: BI Bali)
DENPASAR, PERSPECTIVESNEWS- Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Butet Linda H. Panjaitan menyampaikan, pada tahun 2025 ekonomi Bali tetap solid dan diperkirakan tumbuh di kisaran 5-5,8% (yoy), lebih tinggi dari perkiraan pertumbuhan nasional 4,7-5,5% (yoy).
Butet, sapaan akrabnya, menjabarkan, pemulihan sektor pertanian, optimisme investasi dengan ditetapkannya program-program unggulan pemerintah, serta ekspor komoditas unggulan industri pengolahan kerajinan, menjadi faktor utama yang menopang pertumbuhan ini.
Selain itu, kebijakan moneter yang mendukung pertumbuhan dan strategi mendorong pariwisata berkualitas juga turut memperkuat daya saing ekonomi Bali.
“Namun, proyeksi pertumbuhan ekonomi tersebut masih dihadapkan pada sejumlah tantangan. Ketimpangan ekonomi antara wilayah Sarbagita (Denpasar, Badung, Gianyar, Tabanan) yang berbasis pariwisata dan non-Sarbagita yang berbasis non-pariwisata masih menjadi tantangan,” jelas Butet di acara Forum BALINOMICS, Selasa (25/2/2025), di KPw Bank Indonesia Provinsi Bali, Denpasar.
Disebutkan, saat ini, 65% perekonomian Bali terkonsentrasi di Bali Selatan, sementara perekonomian wilayah lainnya belum berkembang secara merata. Oleh karena itu, diperlukan strategi investasi yang lebih berkelanjutan agar pertumbuhan dapat lebih merata.
Selain itu, ketergantungan terhadap sektor pariwisata yang berkontribusi 38% terhadap ekonomi Bali, menjadikan Bali rentan terhadap guncangan eksternal. Oleh karena itu, diversifikasi ekonomi menjadi kunci.
“Pengembangan sektor agrowisata, agroindustri, dan industri kreatif di Bali Utara dan daerah lainnya akan menjadi langkah strategis untuk menciptakan sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baru,” tuturnya.
Lebih lanjut, di tengah akseptansi digital yang luas di Provinsi Bali, masih terdapat gap antara akseptansi dan literasi digitalisasi sistem pembayaran. Masih terdapat pelaku usaha dan masyarakat yang belum sepenuhnya menjadi konsumen yang berdaya di era digital, yang memahami langkah mitigasi risiko transaksi digital.
Oleh karena itu, Bank Indonesia secara konsisten melakukan edukasi dalam rangka penguatan keamanan dan pelindungan konsumen.
“Untuk menjawab tantangan ini, Bank Indonesia merumuskan tiga strategi utama, yaitu mendorong sector padat karya, memperluas akses pembiayaan, dan mempercepat digitalisasi,” ucap Butet.
Untuk mendorong sektor padat karya, Butet menyampaikan agar fokus pada peningkatan kualitas pariwisata, mendorong perlindungan lahan pertanian dan penguatan pertanian organik, serta pengembangan industri kecil-menengah berbasis ekonomi kreatif.
Untuk memperluas akses pembiayaan, Bank Indonesia akan terus mendorong perbankan dan pelaku usaha untuk mengoptimalkan kebijakan insentif likuiditas makroprudensial (KLM) melalui penyaluran kredit ke sektor-sektor prioritas pertumbuhan dan padat karya, memperkuat peran Jamkrida dalam penyaluran kredit ke UMKM, serta memperkuat ekosistem investasi di Bali untuk meningkatkan pembiayaan dari sektor non-Pemerintah.
“Sementara itu, untuk mempercepat digitalisasi, literasi digital perlu terus diperluas dengan program edukasi yang menyasar seluruh lapisan masyarakat. Ekosistem digital juga harus diperkuat di berbagai sektor, termasuk transportasi dan layanan publik, agar transaksi non-tunai semakin optimal,” ungkap Butet.
Ketiga strategi tersebut sejalan dengan program Asta Cita Nasional untuk memperkuat ekosistem pangan dan digitalisasi.
Insiatif yang dilakukan Bank Indonesia meliputi fasilitasi kerja sama hulu-hilir, replikasi model bisnis komoditas utama, pengembangan UMKM, serta implementasi transaksi non-tunai di berbagai sektor.
Butet mengakhiri paparannya dengan optimisme bahwa Bali dapat terus bertumbuh secara berkelanjutan, inklusif, dan lebih tangguh menghadapi tantangan di masa depan melalui sinergitas seluruh pemangku kepentingan.
BALINOMICS dihadiri Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Erwin Soeriadimadja dan jajaran pejabatnya. (lan)