Kondisi suasana pedagang di Pasar Umum Negara, Selasa (14/1/2025). (Foto:dik/perspectives)
JEMBRANA, PERSPECTIVESNEWS- Harga cabai rawit di Jembrana terus meroket hingga menyentuh angka Rp100.000 per kilogram, membuat warga semakin kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kenaikan drastis ini terjadi sejak akhir tahun 2024 lalu dan diperkirakan masih akan berlangsung beberapa bulan ke depan akibat cuaca buruk dan meningkatnya permintaan menjelang berbagai perayaan keagamaan.
Kondisi ini membuat beban hidup masyarakat semakin berat, terutama bagi mereka yang berpenghasilan rendah. Banyak warga yang mengeluhkan harga cabai yang kini setara atau bahkan lebih mahal dari daging sapi. "Harga cabai meroket, beli 10 ribu hanya dapat beberapa biji," keluh Ketut Marayadnya, seorang pembeli di Pasar Umum Negara, Selasa (14/1/2025).
Harga cabai saat ini rata rata di angka Rp100 ribu. Kenaikan harga yang drastis ini dimulai sejak akhir tahun lalu, dari harga awal per kilogram Rp37 ribu naik menjadi Rp62 ribu, hingga terus merangkak naik hingga saat ini di angka Rp100 ribu. Namun di sejumlah pasar di wilayah Jembrana tidak sema, antara Rp90-100 ribu per kilogram.
Data dari Dinas Perdagangan, harga cabai mencapai Rp100 ribu di Pasar Umum Gilimanuk, Pasar Banjar Tengah, Pasar Jembrana, Pasar Tegalcangkring, Pasar Yehembang dan Pasar Pekutatan.
Namun, harga cabai di Pasar Umum Negara mengalami penurunan Rp90 ribu, di Pasar Ijogading Rp95 ribu, dan Pasar Umum Melaya Rp96 ribu.
”Cuaca ini yang sangat berpengaruh dengan naik turunnya harga cabai,” ungkap Kepala Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah, dan Perdagangan I Komang Agus Adinata, Selasa, (14/1/2025).
Ia menjelaskan, harga cabai yang saat ini fluktuatif dan bertahan di harga Rp100 ribu. Menurutnya, kondisi naiknya harga ini sulit diprediksi sampai kapan. Karena apabila hujan terus terjadi dan menyebabkan panen cabai gagal, maka harga cabai ini akan terus melambung tinggi.
”Kalau masih terus hujan, kemungkinan akan naik lagi (harga cabai). Sulit diprediksi kalau cuaca begini,” ungkapnya.
Selain itu, kata Adinata, kondisi harga ini dikhawatirkan akan terus tinggi, karena akhir bulan Januari ini akan ada peringatan dan perayaan keagamaan. Kemudian pada bulan Februari memasuki bulan puasa, disusul kemudian Hari Raya idul Fitri dan Nyepi, sehingga kebutuhan berpotensi naik. ”Ini berdampak pada kebutuhan yang lain, ngikut naik. Ini juga menjadi kekhawatiran kita,” ucapnya.
Adinata juga mengaku akan melakukan sejumlah upaya untuk bisa menekan harga sembako jelang perayaan hari keagamaan, seperti memotong rantai distribusi sehingga harga bisa ditekan turun dan harga tetap stabil.
”Upaya-upaya pasti kami akan lakukan, selain juga kami menunggu petunjuk dari provinsi untuk mengatasi kenaikan harga ini,” pungkasnya. (dik)