Perspectives News

Wayan Koster Temui Petani Arak dan Garam Tradisional

 

Calon Gubernur Bali 2024-2029 Wayan Koster didampingi Calon Bupati Karangasem Gede Dana saat mengunjungi petani garam di Desa Baturinggit, Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem. (Foto: Tim Koster-Giri)

KARANGASEM, PERSPECTIVESNEWS – Di sela-sela Kampanye Terbuka Putaran I, Calon Gubernur (Cagub) Bali Nomor Urut 2 I Wayan Koster temui petani arak dan garam tradisional di Desa Baturinggit, Kecamatan Kubu, Karangasem pada Senin (30/9/2024).  Pada kegiatan tersebut, Wayan Koster yang juga Ketua DPD PDI Perjuangan Bali ini didampingi Calon Bupati Karangasem Nomor Urut 2 Gede Dana.

Saat menemui petani arak Bali bernama Nengah Tami, Koster mendapat masukan dari Nengah Tami bahwa dalam sekali musim panen atau selama enam bulan, Tami dapat mengantongi penghasilan mencapai Rp18 juta. "Jadi rata-rata Rp3 juta per bulan atau Rp100 ribu per hari," sebutnya.

Selain sebagai perajin arak, ia juga beternak sapi dan menggarap laham seluas 30 are untuk menambah penghasilan keluarga. "Kalau istri tiyang mejahit tamas," kata pria paruh baya dan bapak empat anak ini.

Sementara untuk produksi arak, kata Tami, selama 30 hari atau sebulan dapat menghasilkan arak sebanyak enam jerigen isi 60 liter. Untuk menghasilkan arak sebanyak itu, ia mesti memanjat 25 pohon ental dan jaka per hari. Selanjutnya, produksi arak miliknya dijual kepada pengepul.

"Sebotol sekarang harganya sekitar Rp10 ribu, pernah harganya sampai Rp5 ribu. Tapi pernah juga mencapai Rp18 ribu per botol," ungkapnya.

Sebagai petani arak tradisional, Tami merasa bersyukur dengan adanya Peraturan Gubernur Bali Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan atau Distilasi Khas Bali.

Pasalnya, sejak diterbitkan Pergub pada masa pemerintahan Wayan Koster itu telah dapat mengangkat derajat kehidupan petani arak tradisional. "Astungkara, sekarang harga arak lebih stabil dan kadang naik," tambah Tami.

Mendengarkan hal tersebut, Wayan Koster yang pernah menjabat Gubernur Bali 2018-2023 ini menegaskan komitmennya untuk memodernisasi alat produksi arak bagi petani tradisional. Hal ini menurut Wayan Koster akan dapat lebih meningkatkan kesejahteraan petani arak.

"Tiyang komit memajuk produk lokal terutama arak Bali, sekarang sudah naik kelas dan terkenal. Sudah masuk hotel-hotel dan restoran untuk dikonsumsi turis-turis asing, bahkan dieksport," terangnya.

Selanjutnya, politisi asal Desa Sembiran, Buleleng ini menemui petani garam tradisional di Pantai Tukad Sayung, Desa Baturingkit, Kecamatan Kubu, Karangasem.

Salah seorang petani garam tradisional, Nengah Redesa, menyebutkan bahwa saat ini di lokasi tersebut terdapat dua kelompok petani garam yang menggarap lahan seluas 49 are.

Ia menyampaikan keluh kesahnya soal anjloknya harga garam produksi mereka akibat serbuan produk garam dari Jawa. "Sekarang harganya cuma Rp3 ribu per kilo Pak, tahun kemarin harganya lumayan Rp6 ribu per kilo, " ujarnya.

Akibat harga yang anjlok tersebut, maka petani garam setempat lebih memilih menyetok hasil produksi mereka.

"Kami di sini bisa menghasilkan garam rata-rata 300 kg per minggu per orang dan dikerjakan tergantung musim. Kalau musim hujan, iya kami tidak berproduksi. Biasanya kami mulai produksi bulan Mei sampai Desember," terangnya.

Ia mengatakan bahwa dari segi kualitas produk, garam setempat lebih unggul daripada  garam lain sejenis, namun terkendala dalam hal pengemasan dan rasa. Pihaknya juga telah bekerja sama dengan BUMDes setempat.

Menanggapi hal itu, Wayan Koster komit akan membantu kalangan petani garam tradisional akan produk mereka dapat bersaing di pasaran.

Saat menjabat Gubernur Bali 2018-2023 ia telah menerbitkan Peraturan Gubernur Bali Nomor 99 Tahun 2018 tentang Pemasaran dan Pemanfaatan Produk Pertanian, Perikanan, dan Industri Lokal Bali.

"Berkat Pergub Bali 99/2018, sekarang sudah banyak produk lokal yang bisa masuk pasar swalayan dan modern," ujarnya. (*)

 

 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama