Sesi rekayasa pemakaian air bertema 'Implementing Circular Water and Resources Management for Food Security and Resilient Cities' di Bali International Convention Center, Nusa Dua, Bali, Selasa (22/5/2024). (Foto: Tim WWF)
BADUNG, PERSPECTIVESNEWS- Sebagian besar permukaan bumi terdiri atas air namun bencana terkait air seperti banjir dan kekeringan, dewasa ini masih menjadi ancaman dan kerap terjadi di lokasi yang sama.
Akibatnya, banyak jiwa terancam dan aktivitas ekonomi lumpuh. Untuk itu upaya rekayasa siklus air menjadi hal penting dalam mitigasi dan penanggulangan bencana hidrologi.
Hal tersebut menjadi pembahasan menarik dalam World Water Forum ke-10 pada sesi rekayasa pemakaian air bertema Implementing Circular Water and Resources Management for Food Security and Resilient Cities di Bali International Convention Center, Nusa Dua, Bali, Selasa (22/5/2024).
Sejumlah pembicara menyampaikan langkah nyata penerapan rekayasa sirkulasi air bagi warga. Kisah sukses di Chennai, India disampaikan oleh Eva Plannes.
Pembicara yang juga seorang arsitek dan peneliti dari Belanda ini menyebutkan proyek City of 1000 Tanks di wilayah berpenduduk 7,1 juta orang itu menggunakan rekayasa sirkulasi air untuk mencegah kekeringan dan banjir akibat curah hujan.
Konsep keseimbangan air (water balance) menjadi model rekayasa agar air bisa disirkulasi secara berkesinambungan dan sesuai dengan kebutuhan penduduk. Rekayasa ini menggunakan Decentralised Nature-Based Solutions (NBS) yang memetakan pertemuan titik-titik air alami dengan lubang air berjaringan. Air kemudian akan disalurkan atau ditampung dengan pemantauan secara daring.
Inspirasinya datang dari sistem Irigasi di pura Hindu yang mengatur saat air melimpah dan saat kekurangan air, kata Eva yang terlibat dalam proyek kerja sama dengan pemerintah lokal dan Kerajaan Belanda.
Sementara pembicara lainnya, Prof. V. Srinivas Chary menjelaskan, Kota Hyderabad di India mulai menerapkan konsep bangunan gedung yang ramah lingkungan melalui pemakaian air daur ulang. Air yang telah digunakan atau bahkan air kotor akan diolah dengan teknologi pemurnian dan kemudian ditampung bersama air hujan serta sumber lainnya.
Menurut Chary, teknologi daur ulang air bersih dihitung berdasarkan kapasitas penghuni atau penggunaan seperti pabrik. Dengan demikian solusi pemenuhan kebutuhan air tidak selalu mengandalkan penyediaan air bersih yang baru dari alam.
Bangunan lama harus dipasang Onsite Wastewater Treatment System (OWTS) yang disesuaikan dengan kapasitas penghuni, kata Chary.
Sementara di Belgia, upaya penggunaan kembali air hasil daur ulang telah diimplementasikan di sejumlah kota kecil dengan menyesuaikan kondisi alam setempat. Inge Genne dari VITO, organisasi air di Belgia menyampaikan keberhasilan di Taman Bisnis Tielt Noord yang merekayasa sirkulasi air dengan sistem terpadu pendaurulangan untuk pertanian. Penerapan sistem ini didukung oleh para petani lokal karena tidak memengaruhi hasil panen untuk ekspor. (Tim WWF)