Rakor tentang kebijakan Insentif Fiskal terkait terbitnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 yang diinisiasi Pj. Gubernur Bali S.M. Mahendra Jaya didampingi Sekda Dewa Indra bersama Pemkab/Pemkot se-Bali dan asosiasi terkait, di Jaya Sabha, Denpasar, Jumat (26/1/2024). (Foto: Humas Prov. Bali)
DENPASAR,
PERSPECTIVESNEWS- Pemerintah Kabupaten/Kota se-Bali serta asosiasi yang
menaungi jasa usaha SPA sepakat untuk mengajukan kebijakan Insentif Fiskal
terkait terbitnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022.
Hal tersebut tercetus dalam Rapat Koordinasi yang diinisiasi
Penjabat (Pj.) Gubernur Bali S.M. Mahendra Jaya didampingi Sekretaris Daerah
Provinsi Bali Dewa Made Indra bersama Pemkab/Pemkot se-Bali dan asosiasi
terkait, di Jaya Sabha, Denpasar, Jumat (26/1/2024).
Seperti diketahui UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD), perihal
pemerintah mengatur tarif pajak untuk kelima jasa hiburan: karaoke, diskotek,
bar, dan SPA/mandi uap sebesar 40% hingga 75%, sempat menjadi sorotan media dan
menimbulkan keresahan para pelaku usaha di bidang tersebut di Bali.
Mengawali rapat, Pj. Gubernur Bali menjelaskan Perda
Provinsi Bali Nomor 1 Tahun 2024 yang telah diterbitkan mengacu berlakunya UU
Nomor 1 Tahun 2022 per tanggal 5 Januari 2024, sama sekali tidak dimaksudkan
untuk membebani dunia usaha sektor pariwisata mencakup 5 bidang usaha tersebut,
terlebih usaha SPA.
Mahendra Jaya pun sepakat bahwa SPA di Bali merupakan
potensi lokal yang tumbuh dari warisan budaya Bali dan besar menggunakan brand
sendiri. Namun UU yang berlaku telah memasukkan SPA sebagai usaha jasa hiburan,
sehingga perlu disikapi bersama oleh seluruh stake holder terkait.
“Kami pemerintah tentu memahami ini, apalagi ini kita baru
saja bangkit pasca pandemi Covid-19. Jadi mari melalui pertemuan ini kita
samakan persepsi, apakah pemerintah kab/kota dan para pelaku usaha di bidang
tersebut setuju atau tidak sehingga bisa segera ditindaklanjuti,” cetus Pj.
Gubernur Bali.
Sekda Dewa Made Indra menambahkan, walaupun asosiasi yang
menaungi usaha jasa SPA sudah mengajukan Judicial Review (JR) terkait
berlakunya UU HKPD, namun diyakini proses tersebut tidak akan mudah dan
membutuhkan waktu yang cukup lama.
Sekda pun mempertanyakan harapan dari setiap Pemerintah
Kabupaten/Kota maupun asosiasi terkait, sesuai arahan yang disampaikan Pj.
Gubernur Bali agar mengajukan permohonan kebijakan Insentif Fiskal sebagai satu
langkah antisipasi yang harus segera dilaksanakan karena UU HKPD telah berlaku
sejak 5 Januari 2024.
“Dengan adanya permohonan tersebut, Pejabat dalam hal ini
Kepala Daerah baik Gubernur maupun Bupati/Walikota berhak memberikan kebijakan
Insentif Fiskal sesuai dengan ruang regulasi pada Pasal 101 UU HKPD, Kepala
Daerah dapat menetapkan tarif yang lebih rendah dari 75 persen atau bahkan
lebih rendah dari batas minimal 40 persen. Ini kebijakan kepala daerah, dengan
pertimbangan antara lain untuk mendukung dan melindungi usaha mikro dan ultra
mikro, mendukung kebijakan pencapaian program prioritas daerah atau program
prioritas nasional,” ujar Sekda Dewa Indra sembari meminta pemerintah Kab/Kota
se-Bali untuk segera mengurus Peraturan Kepala Daerah terkait kebijakan
Insentif Fiskal dimaksud.
Setelah masing-masing perwakilan pemerintah kabupaten/kota
dan asosiasi terkait yang hadir diberikan kesempatan mengutarakan harapan dan
masukannya, rapat pun diakhiri dengan kesepakatan mengajukan Kebijakan Insentif
Fiskal oleh seluruh peserta.
“Sebagai upaya dukungan terhadap pemulihan pariwisata Bali
yang terus berjalan, kita proses kebijakan insentif fiskal guna mendukung
kemudahan berinvestasi. Semoga pemulihan pariwisata kita semakin baik,” ujar
Pj. Gubernur Bali menutup Rakor.
(zil/hum)