Konferensi Pers Hasil Rapat DK OJK tentang stabilitas sektor jasa keuangan nasional yang tetap terjaga, di Jakarta, Selasa (9/1/2024) melalui zoom meeting. (Foto: perspectives)
JAKARTA, PERSPECTIVESNEWS- Rapat Dewan Komisioner (DK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 3 Januari
2024 menilai stabilitas sektor jasa keuangan
nasional terjaga, didukung oleh permodalan yang kuat, likuiditas yang memadai, dan profil risiko
yang terjaga sehingga mampu menghadapi potensi perlambatan pertumbuhan ekonomi global.
Penilaian itu disampaikan pada Selasa
(9/1/2024) di Konferensi Pers Hasil Rapat DK OJK Bulan Desember 2023 melalui
Zoom Meeting di Jakarta, Selasa (9/1/2024).
Hadir di Konferensi Pers, Mirza
Adityaswara selaku Wakil Ketua DK OJK dan Friderica Widyasari Dewi, Anggota DK
OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen.
Dalam rapat disebutkan, perlambatan
pertumbuhan ekonomi global mendorong inflasi turun mendekati target inflasi
sehingga memberikan ruang bagi bank sentral untuk lebih akomodatif.
Secara umum, sentimen di pasar keuangan gobal cenderung positif pada Desember 2023 didukung oleh ekspektasi penurunan suku
bunga Fed Funds Rate (FFR) dan narasi soft landing di AS, sehingga mendorong kembalinya aliran dana masuk ke Emerging Markets (EM) dan penguatan pasar keuangan global, termasuk pasar
keuangan Indonesia. Volatilitas
baik di pasar saham, surat utang, maupun nilai tukar juga terpantau
menurun.
Di domestik, leading indicators perekonomian nasional masih cukup positif,
di antaranya ditunjukkan oleh neraca perdagangan yang masih
surplus dan PMI Manufaktur yang masih ekspansif. Tingkat inflasi juga terjaga rendah di level
2,61 persen yoy (November 2023: 2,28 persen yoy).
Namun demikian, masih perlu
dicermati perkembangan permintaan domestik ke depan seiring masih berlanjutnya
penurunan inflasi inti, penurunan optimisme konsumen, serta melandainya
pertumbuhan penjualan ritel dan kendaraan
bermotor.
Di tengah kondisi ketidakpastian global dan prospek perlambatan
pertumbuhan ekonomi global, industri perbankan Indonesia per
November 2023 tetap resilien dan berdaya saing didukung
oleh tingkat profitabilitas (ROA) dan permodalan (CAR) yang relatif
tinggi masing-masing sebesar 2,73 persen (Oktober 2023: 2,73 persen) dan 27,89
persen (Oktober 2023: 27,44 persen).
Dari sisi kinerja intermediasi, pada November 2023, secara yoy kredit meningkat Rp618,43 triliun atau
tumbuh 9,74 persen (Oktober 2023: 8,99 persen yoy) menjadi Rp6.965,90 triliun. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada kredit modal kerja
sebesar 10,14 persen yoy.
Sementara ditinjau dari kepemilikan bank, Bank BUMN menjadi pendorong utama pertumbuhan kredit yaitu tumbuh sebesar 12,13 persen, dengan porsi kredit sebesar 45,81 persen dari total
kredit perbankan.
Kontribusi
sektor perbankan dalam pembiayaan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional
yang berkelanjutan juga terwujud melalui pembelian obligasi korporasi non-bank
dan pembelian SBN oleh perbankan sehingga kepemilikan sektor perbankan terhadap
obligasi korporasi dan SBN mencapai Rp269,46 triliun (November 2022: Rp231
triliun) dan Rp1.436,31 triliun (November 2022: Rp1.458,92 triliun).
Sementara itu, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada November 2023 tercatat 3,04 persen yoy
(Oktober 2023: 3,43 persen yoy) atau menjadi Rp8.216,21 triliun, dengan deposito menjadi kontributor pertumbuhan terbesar
yaitu 3,50 persen yoy.
Beberapa hal yang memengaruhi perlambatan
pertumbuhan DPK di antaranya yaitu pertumbuhan DPK yang tinggi pada masa
pandemi yang mengakibatkan high base effect pada pertumbuhan DPK
setelahnya, penggunaan dana internal untuk operasional dan ekspansi perusahaan,
konsumsi masyarakat yang kembali meningkat dengan berakhirnya status pandemi,
serta dampak semakin banyaknya alternatif instrumen penempatan dana selain DPK.
Likuiditas
industri perbankan pada November 2023 dalam level yang memadai dengan
rasio-rasio likuditas jauh di atas level kebutuhan pengawasan. Rasio Alat
Likuid/Non-Core Deposit (AL/NCD) dan
Alat Likuid/DPK (AL/DPK) masing-masing naik menjadi 115,73
persen (Oktober 2023: 117,29 persen) dan 26,04 persen (Oktober 2023: 26,36 persen), atau jauh di atas threshold masing-masing sebesar 50 persen dan 10
persen.
Sementara itu,
kualitas kredit tetap terjaga dengan rasio NPL net perbankan sebesar 0,75 persen (Oktober 2023: 0,77 persen) dan NPL gross sebesar 2,36 persen (Oktober 2023: 2,42 persen). Seiring pertumbuhan perekonomian
nasional, jumlah kredit restrukturisasi Covid-19 melanjutkan tren penurunan
menjadi sebesar Rp285,32 triliun (Oktober 2023: Rp301,16 triliun) atau turun
Rp15,84 triliun, dengan jumlah nasabah tercatat sebanyak 1,14 juta nasabah
(Oktober 2023: 1,22 juta nasabah) atau berkurang sekitar 80 ribu nasabah.
Menurunnya jumlah
kredit restrukturisasi dan NPL berdampak positif bagi penurunan rasio Loan at Risk menjadi 11,61 persen (Oktober 2023: 11,81
persen). Adapun jumlah kredit restrukturisasi Covid-19 yang bersifat targeted
(segmen, sektor, industri dan daerah tertentu yang memerlukan periode
restrukturisasi kredit/pembiayaan tambahan selama satu tahun sampai 31 Maret
2024) adalah 42,5 persen dari total porsi kredit
restrukturisasi Covid-19 sebesar Rp285,32 triliun. (lan)