Sekda Made Indra bersama seluruh pimpinan OPD dan jajarannya mengikuti sosialisasi ASN dan Non ASN di lingkungan Pemprov. Bali yang disampaikan Ketua Bawaslu secara daring, Selasa (14//11/2023). (Foto: Humas Pemprov. Bali)
DENPASAR,
PERSPECTIVESNEWS- Jelang Pemilihan Umum (Pemilu) Serentak 2024, Sekretaris
Daerah Provinsi Bali Dewa Made Indra bersama seluruh Pimpinan Organisasi
Perangkat Daerah (OPD) dan jajarannya mengikuti Sosialisasi Netralitas Aparatur
Sipil Negara (ASN) dan Non ASN di lingkungan Pemerintah Provinsi Bali.
Sosialisasi disampaikan Ketua Bawaslu Provinsi Bali, yang
dilangsungkan secara daring via Zoom Meeting serta disiarkan secara live
streaming, Selasa (14/2023).
Ketua Bawaslu Provinsi Bali Putu Agus Tirta Suguna dalam
paparannya menyampaikan kepada seluruh pimpinan OPD bersama jajarannya, bahwa
netralitas ASN dan Non ASN pada pelaksanaan Pemilu merupakan satu kewajiban
yang harus dipatuhi karena telah diatur Undang – Undang.
“Netralitas bagi ASN dan Non ASN untuk tidak turut dalam
politik praktis seyogyanya telah diatur oleh Undang – Undang. Yakni UU Nomor 20
Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara, UU Nomor 17 Tahun 2017 tentang
Pemilihan Umum, serta Keputusan Bersama Menpan RB, Mendagri, Kepala BKN, Ketua
KASN, dan Ketua Bawaslu RI tentang Pedoman Pembinaan Pengawasan Netralitas
Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri (PPNPN) dalam Penyelenggaraan Pemilu dan
Pemilihan,” urai Agus Tirta.
Adapun faktor – faktor yang dapat mempengaruhi netralitas
ASN dan Non ASN dalam Pemilu, menurut Agus Tirta diantaranya faktor Budaya
paternalistik birokrasi, kekerabatan, ASN dan non ASN yang kurang memahami
regulasi dan intervensi politik.
“Di tengah – tengah tahapan Pemilu yang sedang berlangsung
ini, saya berharap kepada semua jajaran ASN dan Non ASN untuk tetap menjaga
netralitas diri, tetap menjaga dan menahan diri untuk terlibat pada kegiatan
politik praktis. Salah satu contoh bagaimana bapak/ibu nanti bisa turut
bersosialisasi atau bertemu dengan pasangan calon untuk tidak menunjuk atau
menggunakan jari yang dipermainkan berkaitan paslon tersebut,” ujarnya.
Adapun beberapa tindakan atau kegiatan bagi ASN dan Non ASN
yang bisa dianggap menjadi pelanggaran kode etik, diantaranya: turut dalam
pemasangan spanduk/baliho/alat peraga lainnya terkait calon peserta pemilu,
sosialisasi/kampanye media sosial/online bakal calon, menghadiri
deklarasi/kampanye paslon dan memberikan dukungan secara aktif, membuat
postingan pada medsos/media lain yang dapat diakses publik, foto bersama dengan
paslon, timses dan alat peraga parpol, membuat postingan, komen, share dan
like, bergabung dalam grup pemenangan paslon, menjadi pengurus atau anggota
parpol, serta kegiatan politik praktis lainnya.
“Setiap ASN yang ikut sebagai pelaksana dan tim kampanye,
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling
banyak Rp 12 juta, sesuai bunyi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu Pasal 494.
Mekanisme penanganan pelanggaran Netralitas ASN dimulai dengan adanya temuan
atau laporan, berikutnya ditindaklanjuti dengan pengkajian serta diakhiri
dengan rekomendasi kepada penyidik,” tegas Agus Tirta.
Senada dengan Ketua Bawaslu Provinsi Bali, Sekda Dewa Made
Indra pun menyampaikan pentingnya melakukan sosialisasi terkait netralitas pada
Pemilu kepada seluruh ASN dan Non ASN yang bekerja di Pemerintah Provinsi Bali,
karena ketentuan – ketentuan yang berlaku terkait Pemilu sangat ketat.
Mengingat konsekuensi hukum yang dapat ditimbulkan akibat adanya pelanggaran
netralitas ASN dan Non ASN.
“Khusus Tenaga Kontrak di lingkup Pemprov Bali, terdapat
kebijakan tersendiri juga yang mengatur terkait netralitas dalam Pemilu, yakni
SE Menpan RB Nomor 01 Tahun 2023 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas
Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri (PPNPN). Jadi kawan – kawan, adik – adik
yang statusnya tenaga kontrak masuk dalam ketentuan ini juga harus netral, jadi
tidak boleh ikut dalam kegiatan kegiatan politik praktis,” ingatnya.
Terkait SE Keputusan Bersama Menpan RB, Mendagri, Kepala
BKN, Ketua KASN dan Ketua Bawaslu RI,
Sekda Dewa Made Indra merinci bahwa kebijakan tersebutkan memberikan
mandat kepada Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dalam hal ini Kepala Daerah,
bersama Pejabat Yang Berwenang dalam hal ini Sekretaris Daerah sendiri, untuk
melaksanakan 4 hal penting yakni Melaksanakan Sosialisasi Terkait Netralitas
ASN dan Non ASN; Melaksanakan Ikrar Tentang Netralitas; Penandatanganan Pakta
Integritas; serta membuat Sistem Informasi Tentang Pelanggaran Netralitas.
“Resiko yang akan dihadapi apabila melakukan pelanggaran
netralitas di era sekarang ini, konsekuensi hukumannya sangat berat. Mulai
hukuman yang bersifat administratif, sampai hukuman pidana. Jadi jangan anggap
remeh, bukan sekedar teguran lisan, teguran tertulis, penurunan pangkat.
Bawaslu bisa membawa anda yang melanggar ini ke ranah pidana, artinya penjara,”
pungkas Sekda Dewa Made Indra. (hum)