Kolaborasi dengan Dirjen PPR, OJK gelar edukasi peningkatan literasi keuangan mengenai
APBN dan surat berharga negara (SBN) Ritel, Kamis (21/9/2023). (Foto: OJK)
DENPASAR, PERSPECTIVESNEWS – OJK Regional Bali dan
Nusa Tenggara berkolaborasi dengan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan
dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan melakukan Kegiatan Edukasi Peningkatan
Literasi Keuangan Mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Surat
Berharga Negara (SBN) Ritel.
Kegiatan ini dihadiri oleh perwakilan kementerian/lembaga,
pemerintah daerah, dharma wanita, Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK), Ikatan
Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI) dan masyarakat.
Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman
masyarakat tentang pentingnya investasi serta instrumen investasi yang dapat
digunakan.
Pilihan instrumen investasi sangat beragam, baik dari sektor
perbankan, pasar modal, industri keuangan nonbank, aset kripto bahkan SBN ritel
yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Sebelum berinvestasi, masyarakat diimbau untuk berinvestasi
sesuai dengan kebutuhan dan profil risikonya. Selain itu, masyarakat juga
diminta untuk memahami produk/layanan yang digunakan termasuk manfaat, biaya,
risiko dan ketentuan lainnya melalui ringkasan produk dan layanan sehingga,
manfaat dan keuntungan dapat dimaksimalkan serta risiko investasi dapat
dimitigasi, demikian disampaikan Ananda R. Moy, Direktur Surat Utang Lembaga
Jasa Keuangan, OJK Regional 8 Bali dan Nusa Tenggara, Kamis (21/9/2023).
Ananda menjelaskan, prinsip 3P (Paham, Punya, Pantau) sangat penting untuk diterapkan ketika
berinvestasi yakni:
Paham artinya
memahami produk dan segala ketentuan tentang produk.
Punya artinya
setelah memahami produk, telah disesuaikan dengan kebutuhan, maka saatnya untuk
membeli produk keuangan dimaksud.
Pantau, pastikan
untuk melakukan pemantauan portofolio secara berkala. Jika dibutuhkan perubahan
strategi investasi dapat dilakukan sesegera mungkin untuk memaksimalkan tujuan
investasi.
Selain itu, OJK juga mengingatkan masyarakat untuk
menerapkan prinsip 2L yaitu legal
dan logis ketika berinvestasi.
Legal artinya cek
legalitas perusahaan dan produk yang ditawarkan, sedangkan Logis artinya keuntungan yang dijanjikan wajar dan masuk akal.
Penerapan prinsip 2L diharapkan dapat meminimalisir
kemungkinan masyarakat menjadi korban dari penipuan berkedok investasi dan
kejahatan keuangan lainnya.
Prinsip investasi adalah makin besar potensi keuntungan yang
mungkin diperoleh maka makin besar juga potensi risiko yang harus dihadapi.
Salah satu instrumen investasi yang diterbitkan oleh
pemerintah adalah SBN. Tujuan pemerintah menerbitkan SBN ritel antara lain
untuk meningkatkan jumlah investor dalam negeri, menyediakan alternatif
investasi untuk masyarakat, dan mendukung pasar keuangan domestik agar semakin
stabil.
Selain itu, penerbitan SBN juga diharapkan dapat mewujudkan
masyarakat yang memiliki tujuan investasi jangka menengah dan panjang, dan
mendukung pengembangan pasar keuangan Syariah melalui instrumen Surat Berharga
Syariah Negara (SBSN), demikian disampaikan Deni Ridwan, Direktur Surat Utang
Negara, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, Kementerian
Keuangan.
“Ketika berinvestasi di SBN ritel, masyarakat juga
berkontribusi pada pembangunan negara. Dana yang diperoleh dari penjualan SBN
ritel akan digunakan untuk pembangunan bangsa,” kata Deni.
Masyarakat yang akan berinvestasi di SBN akan mendapatkan
berbagai manfaat yaitu investasi aman karena dijamin Undang-Undang, keuntungan
berupa kupon yang akan dibayarkan secara berkala, dana yang dibutuhkan untuk
memulai investasi terjangkau dan pembelian dapat dilakukan dengan mudah.
Melakukan perencanaan keuangan dengan baik termasuk
berinvestasi dengan bijak dan dilakukan sejak dini akan menjadikan masyarakat
mandiri secara finansial dan dapat merencanakan masa depan yang lebih baik.
Masyarakat sejahtera akan membantu pertumbuhan ekonomi dan
memajukan bangsa sehingga Indonesia tidak akan terjebak menjadi negara middle
income trap.
Untuk meningkatkan literasi dan inklusi keuangan masyarakat,
OJK membangun aliansi startegis dengan berbagai pihak seperti Bank Indonesia,
Kementerian Keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), pelaku usaha jasa
keuangan (PUJK), akademisi, pemerintah daerah serta pemangku kepentingan lainnya
untuk bersama-sama berkomitmen dalam meningkatkan literasi keuangan masyarakat
melalui berbagai program edukasi.
(lan/rls)