Prof. Rhenald Kasali, pakar dan pendiri Rumah Perubahan dalam Executive Forum SEVIMA, Kamis (31/8/2023), di Jakarta. (Foto: Sevima).
JAKARTA,
PERSPECTIVESNEWS- Ketika menghadapi tantangan dan kesulitan, semua orang
ingin melakukan perubahan. Tak terkecuali kampus dan dunia pendidikan tinggi
yang kini sedang menghadapi era disrupsi. Kampus kini digempur oleh
perkembangan teknologi yang sangat cepat, dan tak sedikit lulusan sarjana yang
kesulitan memperoleh pekerjaan.
Menghadapi fenomena tersebut, Prof. Rhenald Kasali selaku
pakar dan pendiri Rumah Perubahan menekankan bahwa kampus idealnya melakukan
perubahan sesegera mungkin. Utamanya ketika kampus ada dalam posisi mapan,
punya uang, dan belum menghadapi puncak dari tantangan disrupsi. Karena untuk
melakukan perubahan, membutuhkan uang dan tenaga yang tidak ringan.
"Sayangnya, pada saat kita (perguruan tinggi) punya
banyak resources (sumber daya), banyak yang tidak punya keinginan melakukan
perubahan. Tapi saat anda tidak punya resources, semua orang bilang saatnya
berubah, padahal sudah tidak ada energi. Inilah contoh kampus yang tidak lama
lagi akan terdisrupsi, mana mau mahasiswa mendaftar," ungkap Rhenald
Kasali dalam Executive Forum SEVIMA pada Kamis (31/8/2023).
Bertempat di Rumah Perubahan Jakarta Escape, Executive Forum
SEVIMA menghadirkan ratusan rektor, pejabat, serta pakar pendidikan.
Diantaranya Prof. Rhenald Kasali (Pendiri Rumah Perubahan), Mahir Bayasut
(Ketua Forum CSR Nasional & Ketua Kedaireka Kementerian Pendidikan
Kebudayaan Riset dan Teknologi), Akhwanul Akhmal (Ketua Umum Perkumpulan
Politeknik Swasta se-Indonesia), Laksamana Madya Purn Agus Setiadji (Ketua STIE
Bisnis Indonesia & Mantan Sekjen Kementerian Pertahanan), dan masih banyak
lagi.
Ratusan pakar pendidikan tersebut merumuskan langkah-langkah
konkrit melakukan perubahan kampus agar tidak ketinggalan teknologi dan
lulusannya tetap siap menghadapi tantangan dunia pekerjaan di masa yang akan
datang. Berikut tiga strategi yang dirumuskan Executive Forum SEVIMA:
1. Lakukan Transformasi Berbasis OBE Sesegera Mungkin
Kampus di Indonesia dalam pandangan Rhenald Kasali, kini
telah mengenal baik pendekatan Outcome Based Education (OBE). Pendekatan ini
menekankan bahwa ilmu dan pendidikan di kampus harus melampaui sekadar hafalan.
Tetapi juga harus mampu diaplikasikan dan dipraktikkan dalam menciptakan
sesuatu yang baru.
Perkenalan terhadap OBE, menurut Rhenald Kasali seharusnya
bukanlah hal baru. Karena sejak tahun 1930 konsep OBE mulai diperbincangkan.
Sehingga sudah menjadi sebuah keharusan bagi kampus untuk segera melakukan
transformasi. Jangan sampai menurutnya orang Indonesia sudah memiliki ilmu dan
kemampuan untuk melakukan perubahan, namun kekurangan rasa percaya diri,
sehingga membuat para dosen lebih banyak menjadi konsumen ilmu daripada
pencipta.
"Aspek yang perlu diangkat di Indonesia adalah
kepercayaan diri atau "confidence". Percaya diri, mau dan mampu
berubah! Selama ini, karena kita tidak punya confidence maka kita hanya jadi
pembeli dan pengikut," ucap Rhenald Kasali.
2. Lakukan Transformasi Secara Gotong Royong
Transformasi tidak bisa dilakukan seorang diri. Rhenald
Kasali mengungkapkan bahwa perubahan membutuhkan dukungan semua pihak, baik
dari institusi pendidikan, tenaga pendidik, mahasiswa, dunia industri,
pemerintah, maupun masyarakat luas. Karena menurutnya pendidikan bukan hanya
tentang penyerapan informasi, melainkan juga tentang memberdayakan individu
untuk menjadi pencipta, inovator, dan pemimpin dalam menciptakan ilmu yang
bermanfaat bagi perkembangan bangsa dan dunia.
Hal ini juga senada dengan paparan Ibu Himmatul Aliyah selaku Anggota DPR-RI Komisi Pendidikan, dan Bapak Mahir Bayasut selaku Ketua PMO Kedaireka Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi. Menurut keduanya, supply (penawaran) dan demand (permintaan) pendidikan tinggi dan dunia usaha belum terjalin dengan maksimal.
"Oleh karenanya Kedaireka sebagai program Kementerian
Pendidikan, mempertemukan dunia industri dan dunia pendidikan. Kedaireka menjadi
biro jodoh, dan memberi intensif berupa matching fund (dana hibah), serta
forum-forum pertemuan antara dunia industri dan dunia pendidikan. Sehingga
kampus bisa bergotong royong mengerjakan penelitian dan bisnis," ungkap
Mahir Bayasut.
3. Mutlak harus Manfaatkan Teknologi
Tips yang terakhir dari Executive Forum SEVIMA, menekankan
betapa pentingnya pemanfaatan teknologi untuk merubah kualitas pendidikan
tinggi ke arah yang lebih baik. Sugianto Halim, M.M.T. selaku CEO dan Founder
SEVIMA, menjelaskan bahwa kehadiran sistem akademik terintegrasi "SEVIMA
Platform" dapat menjadi pintu masuk bagi dunia pendidikan tinggi dalam
memanfaatkan transformasi digital di dunia pendidikan.
Executive Forum SEVIMA pada kali ini juga secara langsung
meluncurkan Modul OBE, untuk memfasilitasi keharusan kampus memanfaatkan
teknologi secara mudah, terdigitalisasi, dan terintegrasi. Terlebih, pengguna
SEVIMA Platform sudah lebih dari 950 kampus se-Indonesia dengan total 3 juta
mahasiswa dan dosen di dalamnya.
"Modul OBE dalam SEVIMA Platform memberikan profil yang
lebih lengkap dan mendalam, yang mencakup hard skills dan soft skills. Ini
memberikan peluang bagi lulusan untuk menonjolkan keahlian khusus yang
dimiliki, sehingga lebih mudah menarik perhatian perusahaan," ucapnya.
Rhenald Kasali juga menyoroti bahwa perguruan tinggi belum
sepenuhnya memberikan pemahaman yang memadai kepada mahasiswa mengenai digital.
Analogi yang ia gunakan menggambarkan teknologi sebagai "Kotak
Pandora", yang belum pernah dibuka dan perlu segera dibuka oleh banyak
dosen dan perguruan tinggi.
"Anak-anak saat ini tidak tahu ketika masuk ke rimba
digital mereka akan bertemu apa? Ini PR besar kita ketika kita mau menjelaskan
disrupsi pertama kali harus menjelaskan pada mahasiswa apa yang akan ditemui
ketika mereka masuk ke rimba belantara digital. Sejak dalam kampus perlu
diberikan pemahaman mendalam tentang dunia digital secara keseluruhan, harus
melek teknologi!," pungkas Rhenald Kasali.
(sevima)