Peserta ‘Workshop Peliputan Pemilu 2024’, di Swiss-Belresort Watu Jimbar, Sanur, Denpasar, Senin (31/7/2023). (Foto: Ist)
DENPASAR,
PERSPECTIVESNEWS- Ketua Komisi Pendidikan, Latihan dan Pengembangan Profesi
Dewan Pers Tri Agung Kristanto menegaskan, tugas media adalah meliterasi publik
untuk membedakan antara informasi produk jurnalistik dengan informasi di media sosial
yang rawan berita tidak benar (hoaks).
“Munculnya kasus berita tidak benar (hoaks), tak lepas dari
pemahaman yang kurang. Tugas kita bersama (media-red) untuk meningkatkan
pemahaman (literasi) agar publik bisa membedakan informasi yang merupakan
produk jurnalistik dengan informasi yang masuk kategori hoaks (hoax) tersebut,”
terang Tri Agung Kristanto pada ‘Workshop Peliputan Pemilu 2024’, di
Swiss-Belresort Watu Jimbar, Sanur, Denpasar, Senin (31/7/2023).
Kristanto menambahkan, informasi dari produk jurnalistik sebagai
berita yang pasti benar, itu karena telah melewati proses konfirmasi bahkan
verifikasi sementara informasi hoaks tidak melewati proses tersebut.
“Masyarakat belum sepenuhnya mampu membedakan antara
informasi produk jurnalistik dengan yang muncul di media sosial (medsos),
apalagi sekarang media arus utama juga menggunakan medsos sebagai platform
baru. Televisi (TV) maupun media cetak, juga memakai channel di youtube. Hal itu
sebagai bagian dari konvergensi atau integrasi dari sebuah media,” ujar
Kristanto mencontohkan.
Narasumber yang dihadirkan Dewan Pers pada workshop sehari kaitannya dengan peningkatan kualitas peliputan media cetak dan elektronik terhadap Pemilu/Pilkada 2024 di Bali. (Foto: Lan)
Bagaimana menyuguhkan informasi yang benar kaitannya dengan
Pemilu 2024?. “Itulah tantangan kita bersama untuk membangun kesadaran publik mewujudkan
Pemilu yang lebih berkualitas. Tanggung jawab media dan jurnalis sebagai sosok
yang punya peran untuk ikut mencerdaskan bangsa ini,” tuturnya.
Kristanto menyebutkan, berdasarkan data Bappenas, sepanjang
tahun 2018 hingga Juni 2023, tercatat 704 informasi/berita kategori hoaks
sementara dari Januari 2022 hingga Juni 2023 sebanyak 28 informasi/berita. Ini
tidak termasuk berita/informasi yang mispersepsi, jelasnya.
“Kalau ditanya berita/informasi kategori hoaks terbanyak
adalah berita saat pertarungan calon presiden di 2014 lalu dan media yang paling
banyak digunakan adalah medsos seperti twitter, instagram (IG), Facebook (FB). Sementara
di media arus utama, relatif hampir tidak ada karena sudah melewati tahapan konfirmasi,”
demikian Tri Agung Kristanto.
Pada workshop sehari tersebut hadir lima (5) narasumber
yakni Tri Agung Kristanto (Dewan Pers) dengan materi ’Posisi Pers, Peraturan
Perundang-undangan dan Pedoman Pemberitaan terkait Pemilu’.
I Dewa Agung Gede Lidartawan (Ketua KPU Provinsi Bali)
dengan topik ‘Regulasi terkait Peliputan Pemilu’.
‘Pengawasan atas Pemberitaan dan Penyiaran Pemilu 2024’ adalah
topik yang dibawakan Ketua Bawaslu Provinsi Bali yang diwakili I Wayan Wirka,
Anggota Bawaslu Provinsi Bali.
Ketua KPID Provinsi Bali, Agus Astapa mengangkat materi
tentang ’Sinergi untuk Pengawasan Penyiaran Pemilu 2024’ dan pembicara Wahyu
Dhyatmika dari Tempo dengan topik ‘Jurnalisme Data, Memaknai dan Membaca Data Pemilu’.
Workshop yang diselenggarakan Dewan Pers ini bertujuan meningkatkan
kualitas peliputan media cetak dan elektronik terhadap Pemilu/Pilkada 2024 di Bali.
Peserta adalah para pemimpin redaksi (Pimred) dari puluhan media di Bali. (lan)