Perspectives News

Ny Putri Koster Sebut Perajin Tenun Endek Bali Hadapi Berbagai Masalah

Ketua Dekranasda Provinsi Bali Ny Putri Suastini Koster (nomor 2 dari kiri) saat menjadi narasumber Focus Group Discussion (FGD) mengangkat tema Analisis dan Evaluasi Hukum Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Bali, Kamis (8/6/2023). (FOTO: Humas Pemprov Bali)

DENPASAR, PERSPECTIVESNEWS – Ketua Dewan Kerajinan Nasional (Dekranasda) Provinsi Bali Ny Putri Suastini Koster tak menampik kalau perajin tenun endek Bali menghadapi banyak persoalan.

Misalnya, banyak kain tenun yang dikerjakan di luar Bali, serta motif songket (Bali) yang ditiru ditiru ke dalam motif kain bordir dan dikerjakan dengan mesin.

“Ini tentu saja berdampak tidak baik bagi perkembangan kerajinan tenun kita di Bali,” ucap Ny Putri Koster saat menjadi narasumber Focus Group Discussion (FGD) mengangkat tema Analisis dan Evaluasi Hukum Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Bali, Kamis (8/6/2023).

Menurut Ny Putri Koster, jika ini dibiarkan terus menerus  maka para perajin akan enggan menenun karena banyaknya tenun tiruan beredar di pasar, yang tentu harganya lebih murah.

Pada gilirannya, lanjut dia, pasar kita akan hilang karena pembeli cenderung membeli produk dari luar Bali dan akhirnya akan berimbas pada lemahnya perputaran perekonomian Bali.

Hal semacam ini tidak bisadibiarkan karena tidak akan ada generasi muda yang mau menenun dan ke depannya tenun Bali bisa hilang karena tidak ada yang melestarikan.

Wanita yang akrab dipanggil Bunda Putri ini menambahkan, tenun endek Bali sesungguhnya sudah memiliki Hak Atas Kekayaan Intelektual dan bahkan untuk tenun gringsing sudah memiliki Indikasi Geografis yang artinya tenun ini hanya boleh ditenun di daerah asalnya yaitu di Desa Tenganan Pegringsingan.

“Tapi kenyataannya, tenun tenun kita di pasaran masih banyak dijual tiruannya dan termasuk tenun gringsing yang merupakan tenun double ikat satu satunya di Indonesia, motifnya juga banyak ditiru dan dipalsukan,” ucapnya.

Menurutnya, pemerintah, para perajin maupun masyarakat selaku konsumen  perlu membangun kesadaran bersama, bersinergi, bekerja sama dalam upaya melestarikan keberadaan kain tenun dengan mengambil peran dari tempatnya masing masing berpijak.

Para penjual berkomitmen hanya menjual kain tenun buatan para perajin, demikian halnya masyarakat selaku konsumen hanya membeli kain tenun asli yang dibuat para perajin, dan para perajin akan lebih bersemangat berkreativitas membuat hasil  tenun yang berkualitas.

Peran pemerintah juga sangat penting dalam menyediakan payung hukum untuk melindungi keberadaan tenun dan upaya pelestariannya.

Bunda Putri menambahkan dengan permasalahan yang dihadapi para perajin, diperlukan sinergitas semua pihak untuk menjaga kelestarian daripada kain tenun.

Stakeholder yang memiliki kekuatan secara hukum untuk melakukan penertiban baik terhadap pelanggaran HAKI maupun produk tiruan agar turun langsung menjemput bola ke tengah masyarakat sehingga peraturan yang dijadikan payung hukum bisa berjalan dan memiliki kekuatan.

“Dengan demikian karya-karya para perajin kita akan terlindungi hak ciptanya dan tidak diklaim oleh pihak lain,” terangnya sembari meminta para akademisi berperan aktif melakukan berbagai penelitian terkait kain tenun baik dari segi budaya maupun segi ekonomi.

Kepala Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional, Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kemenkumham, Yunan Hilmy menyampaikan, FGD digelar guna melakukan analisis dan evaluasi hukum terhadap  UU No 20 Tahun 2008 tentang UMKM dimana UU ini sudah cukup lama dan efektivitasnya perlu ditinjau kembali.

FGD yang diselenggarakan BPHN bekerja sama dengan Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Bali juga menghadirkan narasumber lainnya yaitu Sekretaris Dinas Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Provinsi Bali I Ketut Meniarta dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana I Nyoman Prabu Buana Rumiartha. (zil)

Post a Comment

Previous Post Next Post