Perspectives News

Ketua Dekranasda Bali Soroti Soal HAKI di Dialog ‘Aku Bali Apa Kabar UMKM’

DENPASAR, PERSPECTIVESNEWS– Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Provinsi Bali Ny. Putri Suastini Koster didaulat sebagai salah satu narasumber dalam program dialog ‘Aku Bali Apa Kabar UMKM’. Salah satu yang disorot adalah soal HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual).

Selain HAKI, Ny. Putri Koster juga berdialog tentang Deseminasi, Perlindungan, Penegakan dan Komersialisasi Kekayaan Intelektual (KI).

Dalam kegiatan yang disiarkan langsung oleh TVRI Stasiun Bali-Denpasar, Kamis (10/11/2022) petang, Ny. Putri Koster didampingi oleh narasumber lain yaitu Ketua Divisi Pelayanan Hukum dan HAM, Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Bali Constantinus Kristomo, menyampaikan sebagai Dewan Kerajinan Nasional, memiliki beberapa tanggung jawab diantaranya adalah membantu pemerintah dalam meningkatkan ekonomi daerah khususnya dalam bidang kerajinan.

“Sebagai Dewan, saya juga memiliki tugas pengawasan sehingga semua berjalan seimbang. Di lapangan, yang saya lihat saat ini dan menjadi fokus saya adalah melindungi karya-karya para seniman khususnya warisan leluhur yang adiluhung dalam kesenian dan kerajinan yang belum memiliki perlindungan,” tutur Putri Koster.

Lebih jauh Putri Koster menerangkan, dirinya mengetahui endek Bali/tenun Bali belum memiliki HAKI saat Christian Dior meminta ijin untuk menggunakan endek sebagai bagian dari fashionnya.

“Untuk itu Pemprov Bali segera mendaftarkan endek Bali agar memiliki HAKI, dan dari sinilah saya baru mengetahui bahwa banyak karya-karya seniman Bali yang belum memiliki HAKI dan dengan gampangnya ditiru oleh semua pihak,” paparnya.

Untuk itu, Ny. Putri Koster mengajak para perajin jeli membaca situasi yang berkembang dewasa ini. Salah satu hal yang mesti menjadi perhatian para perajin adalah pentingnya pendaftaran atas Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) atas karya mereka. Pengalaman mengajarkan bahwa kepemilikan HAKI sangat bermanfaat untuk memperkecil kemungkinan terjadinya saling klaim karya cipta.

Lebih jauh Ny. Putri Koster bertutur tentang semangat kebersamaan para perajin tradisional Bali di jaman dulu. Disebutkan olehnya, jaman dulu seorang perajin tak mempermasalahkan ketika hasil karya mereka ditiru karena prinsipnya adalah sejahtera bersama.

“Tapi itu dulu, sekarang tak bisa lagi seperti itu. Karena faktanya perajin kita banyak dirugikan oleh tindakan meniru yang dilakukan oleh pihak tak bertanggung jawab,” ujarnya.

Selain merugikan secara ekonomi, pengalaman menunjukkan bahwa perajin juga rentan tertimpa masalah hukum karena kekurangpahaman mereka terhadap HAKI. Perempuan yang akrab disapa Bunda ini lantas mencontohkan kejadian yang menimpa motif kerajinan logam.

“Suatu saat seorang eksportir membawa sebuah konsep ke perajin untuk dibuatkan perhiasan. Selanjutnya, perajin mengerjakan dengan sentuhan ukiran sehingga membuat karya yang dipesan tampak lebih indah dibandingkan konsep yang diberikan. Nah, ketika suatu saat si perajin membuat lagi model yang sama, ternyata hak ciptanya sudah didaftarkan oleh si pengusaha. Akhirnya si perajin tersangkut masalah hukum,” urainya.

Guna mencegah kejadian itu, Putri Koster mengingatkan perajin Bali dan pelaku IKM agar mengikuti arus dan tuntutan yang berkembang. “Harus proaktif mendaftarkan hak cipta,” dorongnya.

Sementara itu, Ketua Divisi Pelayanan Hukum dan HAM, Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Bali Constantinus Kristomo menyampaikan, yang dimaksud dengan HKI mencakup kepemilikan personal dan kepemilikan komunal. Dalam kepemilikan personal, hak yang dimaksud meliputi Hak Cipta dan Hak Kekayaan Industri.   (yus)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama